SURABAYA, HARIAN DISWAY - Bangunan musala bani Gipo atau Langgar Gipo di Jalan Kalimas Udik Gang 1 Nomor 51 Surabaya resmi menjadi destinasi wisata Religi Kota Surabaya.
Peresmian dilakukan langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi didampingi oleh keluarga Gipo yang tergabung dalam Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin, serta sejumlah tokoh agama Surabaya seperti KH. Mas Sulaiman dari Pondok Ndresmo Surabaya.
Langgar Gipo didirikan oleh H. Abdul Latif Tsaqifuddin yang nantinya dikenal dengan nama Abdul Latif Sagipoddin atau Mbah Gipo pada tahun 1717.
Berdasarkan catatan sejarah, Langgar ini menjadi pusat kegiatan ulama se-Jawa Timur, pendidikan santri, sampai melayani transit Jemaah Haji sebelum berangkat ke Tanah Suci via kapal yang melewati Kalimas.
BACA JUGA:Wali Kota Ajak Keturunan Hasan Gipo dan KH Mas Mansur Bangun Kota Lama Surabaya
Latif Gipo lantas memiliki cicit bernama Hasan Basri alias Hasan Gipo, orang pertama yang menjabat Ketua PBNU yang pada masa itu disebut president hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO).
Pada masa kemerdekaan, Langgar Gipo menjadi pusat penggemblengan para santri dan pejuang yang akan bergabung dalam perjuangan melawan penjajah.
Bagian dalam Langgar Gipo yang telah di renovasi -Syahirol Layeli/Harian Disway -
"Musala ini jadi pusat penggemblengan. Makanya ada sumur suwuk, kolam rendaman, dan gentong yang dibuat untuk memperkuat para pejuang lahir dan batin," papar Ketua Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) Abdul Wachid Zein.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan bahwa Langgar Gipo adalah bagian dari sejarah yang penting bagi kota Surabaya.
Bangunan Lantai 2 menjadi museum tempat menyimpang barang-barang peninggalan Latif Gipo dan Hasan Gipo beserta para ulama lainnya. -Syahirol Layeli/Harian Disway -
"Lokasi penggemblengan para santri dan arek-arek Surabaya melawah penjajahan itu ada dua, di Ndresmo (Sidosermo Surabaya,Red) dan di Langgar Gipo ini," papar Eri Cahyadi
BACA JUGA:Pemkot Surabaya Rancang Kawasan Langgar Gipo Ampel
Selain itu, kata Eri, langgar Gipo menjadi tempat berkumpulnya para Ulama baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah seperti KH. Mas Mansyur.
Sejarah ini kata Eri sangat penting untuk diketahui dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.