SURAKARTA, HARIAN DISWAY - Luka sering kali ditimpuk luka. The Wounded Cuts. Luka-Luka yang Terluka. Bicara tentangnya, aktor perenggut Piala Citra 2019 Whani Dharmawan mementaskannya dalam bentuk teater tari.
Dalam naskah yang berjudul asli Luka yang Terluka itu, Whani hendak mengungkap kondisi luka yang bertumpuk bertubi-tubi. Sakit tentu. Seperti misalnya satu hal tak selesai ditumpuk hal lain lagi yang menimbulkan lebam. “Persis kondisi di negeri ini,” kata Whani, sutradara pementasan.
Maka, pentas pada Sabtu, 22 Juni 2024, pukul 20.00 di Rumah Banjarsari, Jalan Samsurizal, Surakarta, Whani menyebutnya sebagai salah satu ikhtiar ”mendendangkan” luka dengan cara lain.
BACA JUGA: Tiga Buku Whani Dharmawan Dibahas dalam ”Merayakan Permainan Tunggal”
“Tapi saya tidak ingin terjebak dalam jargon pongah 'kalau politik kotor seni akan membasuhnya'. Nggak. Seni nggak sekuasa itu. Seni punya upaya sendiri. Itu saja,” terang Whani.
Whani Dharmawan (duduk) bersama seluruh pendukung pementasan teater tari The Wounded Cuts di Rumah Banjarsari, Surakarta, pada Sabtu, 22 Juni 2024, pukul 20.00. --
Lakon yang ditulis Whani pada 1991 itu bercerita tentang dua sosok. Mak Gerabik dan Mak Gerabuk. Dua penarik gerobak sampah. Meski dituliskan demikian tapi bukanlah naskah realis linier.
“Naskah ini bergaya absurd dengan penulisan dialog model aforisme. Melompat dari satu nilai ke nilai lainnya,” terang Whani. Intisarinya adalah soal refleksi pencarian jati diri dan identitas manusia sejak di masa tercipta secara spiritual.
BACA JUGA: Kisah di Balik Lukisan Karya Raden Saleh tentang Penangkapan Pangeran Diponegoro
Hingga memasuki dunia sosiomaterial yang saling tarik menarik dengan paradigma spiritualitas itu sendiri. Citraaan pikiran penulis melalui kalimat-kalimat dua tokoh tersebut sangat terasa sekali.
Luka-luka Yang Terluka adalah sandiwara aforistik dengan menampilkan tokoh tanpa karakter dalam pemahaman dramaturgis yang linier. Tokoh hadir sebagai titipan wacana penulisnya.
Tak heran, cara menarik untuk menyimak lakon ini terletak pada permenungan kalimat-kalimatnya, eksplorasi bentuk dan iramanya. “Justru karena keunikan lakon ini, ia bisa dibebaskan dari pemaknaan tunggal atau open-interpretable,” ujar Whani.
BACA JUGA: Catatan Pameran Bergerak oleh 12 Perupa Jakarat dan Yogyakarta di TIM Jakarta: Jas Merah, Jakarta!
Sejak ditulis naskah itu telah banyak dimainkan oleh mahasiswa seni maupun kelompok seni pada umumnya di berbagai daerah. Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Bali, Bandung.
Lakon yang ditulis Whani Dharmawan pada 1991 itu bercerita tentang dua sosok. Mak Gerabik dan Mak Gerabuk yang berprofesi sebagai penarik gerobak sampah. --
Pada 1998 naskah ini dirangkum menjadi buku analisis dan jejak perkembangan lakon. Ditulis oleh Eko “Ompong” Santosa dan diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.