Tiga Buku Whani Dharmawan Dibahas dalam ”Merayakan Permainan Tunggal”

Tiga Buku Whani Dharmawan Dibahas dalam ”Merayakan Permainan Tunggal”

--

Apa monolog? Dalam laju perjalanannya, kajian terhadap genre dalam teater ini sangatlah kurang, bahkan miskin. Dalam diskusi Merayakan Permainan Tunggal, buku aktor Whani Darmawan akan dibahas. Agar pemahaman tentangnya makin cerah.

Tak tanggung-tanggung. Tiga buku karya peraih Piala Citra 2019 sebagai Pemeran Pendukung Pria Terbaik Festifal Film Indonesia itu akan dihadirkan sekaligus. Menjadi material kasus dalam diskusi. Yakni buku kumpulan monolog Sampai Depan Pintu, Suwarna Suwarni, dan Dunia Abdi. 

Judul yang terakhir, secara kuotatif general adalah buku Whani yang kedelapan. Secara spesifik dalam genre, buku itu adalah buku ketiga kumpulan monolog karangan Whani. ”Saya menulisnya bersamaan dengan dua judul sebelumnya, yakni periode 2016-2017,” kata Whani.

”Tatkala itu bersifat on progress. Ketika saya terbitkan mendapatkan dukungan cover dari @angki_pu dan ulasan oleh @umahsolah alias Ibed S Yuga. Oleh Ibed cerita-cerita tersebut tidak disebut monolog. Tapi polilog. Apa pula itu polilog. Menarik ya? Karena itu mari kita obrolkan bareng di Pendapa Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta,” lanjutnya.

Bincang-bincang itu digelar oleh Omah Kreatif ARTturah sebuah lembaga seni budaya independent di Surakarta dengan TBJT. Berlangsung besok Selasa, 14 Februari 2023, pukul 19.00 WIB. Bersama narasumber Eko Santosa dari Widyaiswara BBPPMPV Seni dan Budaya Yogyakarta dan dimoderatori oleh Wahyu Novianto Ssn MSn, dosen teater ISI Surakarta.

Apa yang menarik dari buku karya aktor yang juga penulis dan sastrawan Indonesia yang bertempat tinggal di Yogyakarta itu, sehingga jadi material kasus. 

Menurut Whani, ada latar belakang yang cukup signifikan sehingga bukunya dibicarakan dalam diskusi. Meskipun cukup banyak kesenian teater tunggal dengan nama monolog, tapi monolog belum dipahami benar. 

”Namun, merebaknya pertunjukan monolog 20 tahun belakangan ini bisa dimaknai sebagai munculnya fenomena penguatan. Bahwa monolog menjadi suatu kesenian dalam genre teater yang mandiri,” paparnya.

Secara akademik melalui bahasan etimologis dan deskriptif, monolog memiliki arti tersendiri. Itu dibandingkan dengan one man play, one person play, monodrama, solo performance, drama tunggal, story telling, single perfomance, dan lain-lain.

”Menimbang maraknya pertunjukan monolog dengan gaya yang mungkin inkonsisten dengan etimologi dan deskripsinya, maka diskusi oleh Omah Kreatif ARTturah itu dibuat untuk merayakan kehadiran kemajemukan permainan tunggal tersebut,” kata suami Sondang Ruampea itu.

Ditambahkan pimpinan produksi Caroko Tri Hananto, acara dimaksudkan untuk membangun dialektika keilmuan. Tanpa bermaksud membawa para seniman atau insan seni ke dalam wacana tunggal mutlak. ”Melainkan pada tukar pendapat, saling asah, saling asuh, dengan asih,” ujarnya.

Sebelum diskusi, Merayakan Permainan Tunggal dimarakkan dengan sebuah permainan tunggal yang dibawakan aktor Hanindawan dan aktris Ayu Sulistyaningsih atau yang karib dikenal dengan Munir. (Heti Palestina Y)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: