Menurut cerita, keluarga Gipo terkenal kaya raya, namun semua ludes dipakai untuk perjuangan menegakkan agama dan melawan penjajah. Bisnis hotel, toko, gudang, dan ekspor-impor tak ada yang tersisa, sekedar nama di batu nisan saja mereka tak punya.
------
LANGGAR Gipo sudah terbengkalai sejak tahun 1990-an. Bagunan tua di Jalan Kalimas Udik Gang 1 Nomor 51 tersebut merana sendirian ditinggalkan sejarah. Satu-satunya yang jadi penanda cuma sepotong papan kayu lapuk yang bertuliskan Langgar Sagipoddin.
Selain terbengkalai, Musala tersebut juga terkenal angker. Warga pergudangan Kalimas Udik kerap menceritakan pengalaman mistis penampakan sosok-sosok misterius.
Kalau malam kondisinya juga gelap. Tak ada penerangan listrik. Kalau siang cuma dipakai oleh para sopir, kernet, dan pegawai gudang untuk numpang mandi dan buang air.
BACA JUGA:Renovasi Rampung, Langgar Gipo Diresmikan Jadi Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Religi Surabaya
Abdul Wahid Zein lantas menahkodai Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) sejak tahun 1996. Mulai menghidupkan kembali upaya-upaya menemukan kakek mereka yang pernah jadi nahkoda pertama organisasi muslim terbesar di dunia ini.
Tahun 2007 ia mengumpulkan urunan keluarga untuk memasang meter listrik kapasitas 450 VA. Pokoknya cukup sebagai penerangan. Tahun 2012 muncul keanehan “Lama kelamaan kok soyo entek akeh (boros,Red),” tutur Wahid Zein pada saya.
Kolase Foto Langgar Gipo. Kiri foto tahun 2016 Langgar Gipo terbengkalai dan ditinggali penghuni liar. Foto kanan: Langgar Gipo setelah selesai dipugar oleh Pemkot Surabaya tahun 2024-Taufiqur Rahman/Harian Disway-
Zein pun melakukan pengecekan. Ternyata kabel listrik langgar Gipo sudah mengular kemana-mana. Ditelusuri nyambung ke pabrik sebelah. Wahid Zein dan sejumlah anggota keluarga pun datang melabrak. “Pabrik anda nggak akan barokah, karena mencuri listrik,” hardik Wahid Zein.
Listrik akhirnya diputus. Langgar Gipo pun gelap lagi.
BACA JUGA:Pemkot Surabaya Rancang Kawasan Langgar Gipo Ampel
Tahun 2015 Langgar Gipo mulai diisi oleh penghuni liar, entah asalnya dari mana. Lama-kelamaan semakin banyak.
Belum lagi tersiar kabar kalau ayam aduan yang dimandikan di sumur langgar tersebut mendadak punya kemampuan tarung yang luar biasa. Penghuni liar semakin banyak. Pintu langgar sampai dipalang dengan balok kayu besar. Usaha ini pun sia-sia. Palang tak bertahan lebih dari 24 jam.
Suatu hari, seorang gadis muda, travel blogger, kalau tidak salah bernama Ima Alvin sempat membikin artikel menelusuri wisata kota tua Surabaya. Takdir menuntun naluri kecilnya menuju langgar Gipo.