Agak ragu-ragu dan intip mengintip ia masuk ke bangunan angker tersebut. Menyapa salah satu penghuni, berharap mendapatkan keterangan tentang sejarah bangunan tersebut. Alih-alih, ia malah dapat bentakan dan usiran.
Takdir kemudian menuntun mata saya menemukan tulisan Ima. Waktu itu tahun 2016, saya masih seorang wartawan junior di Koran Jawa Pos. Termangu-mangu membaca tulisan Ima.
BACA JUGA:Wali Kota Ajak Keturunan Hasan Gipo dan KH Mas Mansur Bangun Kota Lama Surabaya
Hm, bangunan tua yang saya lewati beberapa kali sepulang dari Masjid Ampel tersebut kemungkinan punya sejarah. Tapi siapa gerangan Hasan Gipo?
Saya menelusuri beberapa sumber. Termasuk kenalan di markas besar Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) di Jalan Bubutan. Bertemulah saya dengan Ketua Lazisnu Surabaya bernama Yunus. Orang pertama berdarah Gipo yang saya kenal.
“Hasan Gipo adalah ketua umum pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mendampingi Rais Akbar Hasyim Asy’ari,” pernyataan Yunus menyentak kesadaran saya.
Bagaimana tokoh sepenting itu tidak terkenal? Saya dan teman-teman yang sudah NU sejak masih jadi sperma pun tidak tahu. Tanya ke beberapa tokoh NU pun pada cuma tahun sekilas.
Saya pun menggali lebih dalam lagi. Di buku-buku yang ditulis sejarawan NU, memang disebutkan bahwa Hasan Gipo adalah ketua pertama PBNU. Tapi saya tentu tidak puas, siapa dia? dari mana asalanya? Bagaimana perannya di hari-hari pertama NU? Apa kaitan dia dengan Langgar Gipo? Dan setumpuk pertanyaan lain.
Yunus lantas mengarahkan saya untuk bertemu Ketua Yayasan IKSA Abdul Wahid Zein. Kami bertemu di sebuah musala di belakang kantor Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V Jagir, Wonokromo, Desember 2016.
Dari beliaulah, saya mulai mengetahui jati diri Hasan Gipo sebenarnya.
Hasan Basri, Ketua PBNU pertama pendamping KH. Hasyim Asy'ari, cicit dari Abdul Latif Tsaqifuddin alias Sagipoddin, Penghulu keluarga Gipo Surabaya-Yayasan IKSA, dengan rekayasa digital -
Hasan Gipo, bernama asli Hasan Basri. Ia adalah Presiden HBNO pertama yang mendampingi Rais Akbar NU Hasyim Asy’ari. Ia adalah putra dari Abdullah bin Tarmidzi, putra dari Abdul Latif.
Abdul Latif adalah seorang pengusaha di daerah Ampel. Ia punya banyak aset dan bisnis di sekitaran Kalimas. Seperti gudang, penginapan dan toko. Sepulang dari berhaji di Makkah, Abdul Latif punya nama lain, yakni “Tsaqifuddin.”
BACA JUGA:Kisah Langgar Gipo (Bagian 2): Pendiri NU dan Muhammadiyah Bersemayam Dalam Satu Petak Makam
Tsaqif, menurut para sejarawan NU, bermakna atap teduh yang menaungi. Tsaqifuddin adalah atap yang menaungi ad-diin (agama). Oleh lidah orang Jawa, Tsaqifuddin diubah menjadi Sagipoddin, lama-lama dipanggil Gipo. Anak keturunan Abdul Latif nantinya dikenal dengan Bani Gipo.
Sambil terus berkorespondensi dengan Ima, tulisan saya tentang Langgar Gipo terbit di Jawa Pos pada 6 Desember 2016.