Indonesia dan Jalan Perdamaian Kamboja-Thailand
ILUSTRASI Indonesia dan Jalan Perdamaian Kamboja-Thailand.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
KONFLIK perbatasan Kamboja-Thailand kembali membara dan memperlihatkan rapuhnya stabilitas Asia Tenggara. Eskalasi terbaru melibatkan baku tembak dengan artileri berat, roket, serta pengerahan jet tempur, yang menelan korban sipil dan memaksa puluhan ribu warga mengungsi dari wilayah perbatasan.
Situasi itu menegaskan bahwa sengketa lama tersebut belum benar-benar diselesaikan, tetapi hanya diredam sementara tanpa mekanisme penyelesaian yang berkelanjutan.
Pembeda eskalasi kali ini adalah pergeseran medan konflik ke ranah non-kinetik. Aktivis ultranasionalis Thailand mengerahkan truk pelantang suara untuk meneror warga Kamboja dengan kebisingan ekstrem dan suara mengintimidasi pada malam hari.
BACA JUGA:Panas Lagi, Thailand Hentikan Kesepakatan Damai dengan Kamboja Usai Ledakan Ranjau di Perbatasan
BACA JUGA:Setengah Juta Warga Dievakuasi akibat Konflik di Perbatasan Kamboja–Thailand Memanas
Bagi Phnom Penh, tindakan itu merupakan bentuk penyiksaan psikologis terhadap penduduk sipil. Pergeseran tersebut menandai transformasi konflik dari sengketa teritorial konvensional menjadi perang hibrida berintensitas rendah yang secara langsung menyasar dimensi human security lintas batas.
Sengketa ranjau darat turut memperuncing konflik struktural puluhan tahun. Tuduhan saling lempar terkait penanaman ranjau, klaim kedaulatan wilayah, serta perbedaan tafsir atas warisan konflik masa lalu menunjukkan rapuhnya mekanisme kepercayaan di antara kedua negara.
Ketegangan itu bahkan merembes ke ruang yang selama ini dipersepsikan netral dan menyatukan, yakni olahraga regional. Serangan lintas batas menjelang perhelatan olahraga kawasan memaksa Kamboja mengurangi kontingen atletnya demi alasan keamanan.
BACA JUGA:Thailand Tolak Gencatan Senjata, Konflik Perbatasan Dengan Kamboja Terus Membara
BACA JUGA:Balas Serangan Roket, Thailand Bombardir Kota Poipet, Kamboja, Puluhan Warga Sipil Tewas
Bahkan, sesaat setelah pembukaan pesta olahraga terbesar di ASEAN itu, Kamboja menarik pulang semua atletnya.
Ketika pesta olahraga digelar di bawah bayang-bayang jet tempur dan drone, sementara ASEAN tampak gamang, sorotan wajar mengarah pada Indonesia. Sebagai negara terbesar dan pemimpin tradisional ASEAN, Indonesia seharusnya tampil sebagai peace broker dan pembawa solusi regional.
Peran itu tidak semestinya surut meskipun Jakarta tengah menghadapi krisis domestik. Krisis dalam negeri tidak dapat menjadi alasan absen dari tanggung jawab kepemimpinan kawasan, terutama ketika perdamaian Asia Tenggara sedang dipertaruhkan.
UJIAN KEPEMIMPINAN INDONESIA DI ASEAN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: