Kisah Langgar Gipo (Bagian 3): Persinggahan Sebelum Perjalanan Haji Yang Penuh Bahaya

Selasa 25-06-2024,11:11 WIB
Reporter : Taufiqur Rahman
Editor : Taufiqur Rahman


Langgar Gipo di Jalan Kalimas Udik 1 Nomor 51 setelah selesai dipugar oleh pemkot Surabaya. Inset: Potret lukisan Ketua PBNU pertama Hasan Gipo-Taufiqur Rahman/Harian Disway-

Semua kapal jemaah Haji punya resiko bertemu perompak, atau binasa dihajar meriam-meriam Portugis yang terkenal suka menembaki kapal-kapal yang mereka anggap membawa “orang kafir”. 

BACA JUGA:Renovasi Rampung, Langgar Gipo Diresmikan Jadi Cagar Budaya dan Destinasi Wisata Religi Surabaya

Langgar Gipo dibangun tahun 1717. Persis di pinggir Sungai Kalimas. Abdul Latif yang punya nama baru Tsaqifuddin paham betul tentang aneka malapetaka yang mengintai jemaah haji dalam perjalanan ke Baitullah. 

Dengan otot finansialnya, Langgar Gipo ia bangun dua lantai. Lantai dasar difungsikan untuk ibadah. Lantai dua difungsikan untuk berbagai pertemuan dan tempat istirahat para tamu dari berbagai penjuru Jawa Timur. Biasanya adalah para ulama dan tokoh agama beserta rombongan. 

Setiap bulan haji, Langgar Gipo punya fungsi khusus: menampung para jemaah haji dari berbagai daerah di Jawa Timur. Mereka beristirahat di lantai 2 bangunan tersebut, sebelum naik kapal di Pelabuhan Kalimas dan menempuh perjalanan panjang ke Baitullah.

Hal ini berlangsung puluhan tahun. Sampai ke anak cucu dan cicitnya. 

Sumber sejarah tentang kehidupan Abdul Latif pada abad ke 18 memang langka. Namun bisa diasumsikan dengan kekuatan finansialnya, Abdul Latif sudah bolak-balik melakukan perjalanan luar negeri. Termasuk ke Makkah. 

BACA JUGA:Wali Kota Ajak Keturunan Hasan Gipo dan KH Mas Mansur Bangun Kota Lama Surabaya

Hal ini diperkuat dengan catatan bahwa Abdul Latif memiliki bisnis ekspor-impor skala besar dan memiliki beberapa gudang di pinggiran Kalimas. Latif memberangkatkan armada kapal dagang miliknya mengangkut palawija dan aneka hasil bumi ke luar negeri, kapal-kapal tersebut lantas kembali dengan muatan produk tekstil dari India, Persia, Arab, dan Pakistan. 


Kawasan tepi Kalimas sejak zaman kuno telah menjadi pusat perdaganga, ekonomi, dan transportasi di Surabaya. termasuk pelabuhan tempat Jemaah Haji berangkat ke Mekkah lewat jalur laut-Wereldmuseum Rotterdam-

Abdul Latif terkenal memiliki beberapa gudang beras di sepanjang Kalimas untuk menampung berton-ton beras yang diimpor dari petani-petani daratan sepanjang Teluk Siam. 

Catatan lain menyebut Langgar Gipo memang awalnya dibangun di tengah-tengah kawasan pergudangan agar para karyawan bisa beribadah dengan nyaman. 

Upaya untuk membantu Jemaah Haji “mencapai” Baitullah dengan selamat diwujudkan tidak hanya sebatas menyediakan tempat istirahat di tepi Kalimas, tapi juga sampai ke Tanah Suci.

Ketua Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) Abdul Wahid Zein menyebut, Abdul Latif punya sebidang tanah pemberian Raja Arab Saudi di dekat Kota Makkah. Di atasnya dibagun sebuah bangunan penginapan yang layak untuk ditempati oleh Jemaah Haji yang berangkat dari Surabaya. 

“Mbah Gipo (Abdul Latif,Red) ngramuti (melayani,Red) jemaah haji. Budal ya di-ramut, sampai sana (Makkah,Red) ya di-ramut,” kata Zein. 

Kategori :