HARIAN DISWAY - Komnas HAM menanggapi vonis bebas mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin dalam perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) oleh Majelis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Komnas HAM mengaku menyesalkan putusan tersebut dan menilai bahwa hal itu tidak memenuhi hak atas keadilan.
“Terutama bagi para korban terutama keluarga korban yang telah meninggal dunia,” ucap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah dalam keterangannya, Rabu, 10 Juli 2024.
Anis menyebutkan bahwa pihaknya memandang perlunya lembaga-lembaga pengawas peradilan seperti Komisi Yudisial, melakukan pengawasan atas proses peradilan kasus tersebut. “Komnas HAM juga mendukung Kejaksaan yang akan melakukan kasasi atas kasus tersebut,” kata dia.
Putusan majelis hakim itu dianggap kontraproduktif lantaran Pemerintah Indonesia saat ini tengah berupaya memerangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang sudah dinyatakan sebagai kejahatan extraordinary crime. “Kami berpandangan bahwa penguatan pencegahan dan penanganan TPPO perlu dilaksanakan lebih massif lagi bagi semua pemangku kepentingan termasuk lembaga peradilan,” tuturnya.
BACA JUGA:Diperiksa Paksa Kompol Rossa, Staf Hasto Mengadu ke Komnas HAM
BACA JUGA:Komnas HAM Hormati Putusan Hakim Vonis Mati Ferdy Sambo
Sebelumnya, Mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin divonis bebas dalam perkara TPPO oleh Majelis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata Hakim Ketua Andriansyah saat membacakan vonis di PN Stabat, Langkat, Sumatera Utara, Senin, 8 Juli 2024.
Majelis hakim dalam amar putusannya meminta supaya hak serta harkat martabat terdakwa Terbit Rencana Perangin-Angin dalam perkara ini dipulihkan. "Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, serta harkat martabatnya. Menyatakan permohonan restitusi tidak dapat diterima," ujar Andriansyah. (*)