Efek Minta Maaf Mantan Kapolda Jabar

Sabtu 13-07-2024,23:00 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Bebasnya Pegi Setiawan dari tahanan Polda Jabar berkembang ke mana-mana. Kapolda Jabar di zaman kasus Vina pada 2016, Irjen (purn) Anton Charliyan, pasang badan jika ada kesalahan penyidikan kasus Vina. Ia mengatakan ke pers, ”Saya mohon maaf atas perilaku anak buah saya waktu itu.”

KESATRIA bertanggung jawab, sikap yang ditunjukkan Anton. Ia dengan tegas menyatakan siap bertanggung jawab jika terjadi kesalahan penyidikan kasus tersebut.

Tapi, ada embel-embelnya. Anton dilantik jadi kapolda Jabar pada Jumat, 16 Desember 2016. Ia menggantikan kapolda Jabar sebelumnya, Irjen Bambang Waskito. Padahal, pembunuhan-pemerkosaan Vina dan Eky terjadi Sabtu, 26 Agustus 2016. Itu empat bulan sebelumnya.

BACA JUGA: Eks Kapolda Jabar Anton Charliyan Minta Maaf ke Pegi Setiawan

Jika merujuk pada proses penyidikan, berkas perkara pembunuhan Vina dan Eky dinyatakan P-21 (lengkap) pada 23 Desember 2016. Atau persis sepekan setelah Anton dilantik. Berkas perkara P-21 berarti berkas perkara dari penyidikan Polri dikirimkan ke kejaksaan dan dinyatakan oleh pihak kejaksaan sebagai P-21 alias lengkap.

Anton: ”Jadi, saya berada di ujungnya (penyidikan perkara pembunuhan Vina dan Eky). Saya tidak ikut mengontrol penyidikan. Tapi, ini bukan jadi alasan untuk menghindar, tidak. Saya selaku kapolda saat itu menyatakan bertanggung jawab.”

Pernyataan sikap kesatria itu, meskipun mulia, memperkuat persepsi publik bahwa penyidikan perkara pembunuhan Vina dan Eky pada 2016 diduga terjadi kesalahan penyidikan polisi. Sebab, tokoh yang bicara ini adalah kapolda Jabar pada waktu itu.

Anton juga menyampaikan selamat kepada Pegi Setiawan, kuli bangunan yang jadi korban salah tangkap polisi dalam kasus Vina dan sudah dibebaskan dari tahanan.

Anton: ”Saya selaku kapolda Jabar tahun 2016–2017 sekali lagi mengucapkan selamat kepada Kang Pegi. Mohon maaf jika ada kesalahan anak buah saya waktu itu.”

Panggilan ”Kang Pegi” oleh Anton menunjukkan sikap menghormati kebebasan Pegi sebagai korban salah tangkap. Sikap yang sangat terpuji.

Kasus Vina melebar-meluas-mengagetkan. Kasus itu semula sudah adem ayem. Lalu, muncul film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari. Beredar di bioskop-bioskop Indonesia sejak 8 Mei 2024. Jumlah penonton sampai 6 juta orang. Sejak itu, perkara adem ayem tersebut jadi panas. Viral. Berkembang sangat cepat dan tak terduga.

Sekarang, dengan bebasnya Pegi berdasar putusan praperadilan Pengadilan Negeri Bandung, Senin, 8 Juli 2024, yang diputuskan hakim tunggal Eman Sulaeman, kasus Vina terguncang. Sebab, hakim Eman menyatakan, tidak ada bukti hukum yang kuat untuk menjadikan Pegi sebagai tersangka. Maka, penetapan tersangka atas Pegi dinyatakan tidak sah, tidak berdasar hukum.

Pegi jadi tersangka atas kesaksian Aep dan Dede. Pun, pokok perkara pembunuhan Vina dan Eky, antara lain, juga atas kesaksian Aep dan Dede yang diproses penyidikannya (waktu itu) oleh Iptu Rudiana, ayah kandung korban Eky. Rudiana waktu itu adalah anggota Satuan Narkoba Polres Cirebon. Bukan penyidik dari satuan reserse kriminal.

Jadi, putusan bebasnya Pegi menggoyahkan pokok perkara pembunuhan Vina. Padahal, di perkara itu sudah delapan orang dihukum penjara. Satu narapidana sudah bebas bernama Saka Tatal yang divonis delapan tahun empat bulan penjara karena pada saat kejadian ia berusia 15 atau masih anak-anak.

Tujuh pelaku lain dipenjara seumur hidup. Kini mereka masih menjalani hukuman di penjara sampai meninggal dunia, kelak. 

Kategori :