Efek Minta Maaf Mantan Kapolda Jabar

Sabtu 13-07-2024,23:00 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Putusan bebas Pegi, meski sudah sah berdasar hukum, malah menimbulkan kontroversi. Aneh. Putusan pengadilan wajib dihormati siapa pun di negara hukum Indonesia. Putusan itu tidak ditentang, tapi hakimnya akan dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY).

Pengacara bernama Razman Nasution akan melaporkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat, Eman Sulaeman, ke KY dan Badan Pengawasan Hukum terkait putusannya yang membatalkan penetapan tersangka dan pembebasan Pegi Setiawan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky.

Razman di YouTube Aiman Witjaksono, Selasa, 9 Juli 2024, mengatakan, ”Saya sebelumnya berharap putusan praperadilan oleh hakim tunggal Pak Eman Sulaeman adalah putusan yang komprehensif, berdasar, dan legitimate secara logika.”

Dilanjut: ”Tapi, yang terjadi, mulai kemarin sampai saat ini, justru putusan ini, dalam pikiran saya dan beberapa orang, menimbulkan problem yang akan berkepanjangan dan tidak menyelesaikan masalah.”

Oleh karena itu, ia akan melaporkan hakim Eman ke KY.

Sebaliknya, mantan kapolda Jabar (2008) yang kemudian jadi kepala Bareskrim Polri, Komjen (purn) Susno Diadji, memuji hakim Eman Sulaeman yang tegas mengabulkan gugatan praperadilan Pegi di PN Bandung.

Susno kepada pers: ”Kasus itu ternyata sudah dijungkirbalikkan oleh hakim Eman Sulaeman di Pengadilan Negeri Bandung pada hari ini jam 9 lewat tadi. Hebat. Saya salut pada Pak Hakim Eman.”

Dilanjut: ”Hebatnya, beliau (hakim Eman) punya integritas. Tidak terpengaruh tekanan. Baik tekanan media, tidak terpengaruh tekanan instansi, tidak terpengaruh tekanan duit, dan tidak terpengaruh tekanan kekuasaan.”

Susno terang-terangan menyebut ”tidak terpengaruh tekanan duit”, yang berarti ia menduga, ada potensi sogokan di sana dan diabaikan Eman.

Susno juga berharap agar Polri membayar ganti rugi kepada Pegi. Bahkan, Susno menyatakan siap memberikan sumbangan kepada Polri untuk ganti rugi uang kepada Pegi jika pihak Polri kesulitan.

Susno: ”Harus ada ganti rugi. Kalau negara sulit membayar, berdasarkan pengalaman kasus (korban salah tangkap) Sengkon dan Karta, sulit sekali dapatkannya ganti rugi. Kita ingin buktikan bahwa negara ini Pancasila beneran apa tidak.”

Akhirnya: ”Kalau Polri kesulitan membayar ganti rugi kepada Pegi, saya siap membantu membayarnya meski saya sudah pensiun.”

Dari uraian di atas, tampak justru mantan perwira tinggi (pati) Polri yang menghargai putusan praperadilan PN Bandung atas bebasnya Pegi. Sebaliknya, yang bukan polisi malah menyalahkan putusan PN Bandung yang dipimpin Eman. Sungguh aneh.

Sepertinya, perkara Vina masih akan terus bergulir. Melebar-meluas. Ada banyak cabang dari pokok perkara pembunuhan itu. Selain soal ganti rugi ke Pegi, juga polisi belum memanggil saksi kunci Aep dan Dede yang sudah dipolisikan kuasa hukum tujuh terpidana seumur hidup itu.

Posisi Aep dan Dede sangat vital. Bisa diasumsikan, mereka memberikan kesaksian palsu. Itu melanggar Pasal 242 KUHP. Barang siapa yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara maksimal tujuh tahun.

Persoalannya bukan cuma berhenti di kesaksian palsu. Lebih jauh lagi, kesaksian palsu itu berpotensi membuat tujuh terpidana penjara seumur hidup yang kini sedang menjalani hukuman sampai mereka semua mati bakal langsung bebas demi hukum. 

Kategori :