HARIAN DISWAY - Sedang marak di media sosial mengenai ratusan guru honorer di Provinsi DKI Jakarta yang diberhentikan secara tiba-tiba pada awal tahun ajaran baru. Setidaknya, 107 guru honorer telah menjadi korban dari kebijakan cleansing.
Ilustrasi guru honorer-Istimewa-
Kebijakan cleansing merupakan pembersihan tenaga honorer pada satuan pendidikan negeri. Pada kasus ini, tidak ada persetujuan dengan guru honorer yang diberhentikan.
Para guru honorer berbondong-bondong menuju Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk mendapatkan keadilannya pada Rabu, 17 Juli 2024. Salah satu guru honorer, Andi, di LBH Jakarta mengungkapkan rasa kecewanya terhadap Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
BACA JUGA:Prabowo Janji Naikkan Gaji Guru Honorer Hingga Penyuluh Pertanian
“Guru honor lah, guru PPPK, guru ASN. Kapan setaranya ini guru? Guru ya guru saja, nggak usah ada stratifikasi sosial tingkatan,” ungkap Andi.
Tak dapat dimungkiri bahwa masih terdapat kelas-kelas tersendiri pada profesi guru. Terutama pada guru honorer. Mendapatkan gaji yang tidak sesuai, jam kerja yang tinggi, pemberhentian sepihak, dan tindakan lain yang tidak sepatutnya diterima oleh guru masih menjadi problematika hingga kini.
“Problematika guru honor tidak selesai-selesai. Setiap ganti menteri, setiap ganti pejabat selalu saja yang dikorbankan guru, selalu saja yang dibentrokkan guru,” imbuhnya.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan kebijakan cleansing ini. Sebab, tidak sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 Pasal 7 Ayat (2) yang menyatakan:
Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BACA JUGA:Mental Elite Liberalisme dalam Pendidikan Indonesia
Kebijakan cleansing ini merupakan dampak dari upaya penataan kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana tertuang dalam amanat UU Aparatur Sipil Negara Nomor 20 Tahun 2023.
Kepala Advokat LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan mengungkapkan bahwa kebijakan cleansing yang dilaksanakan sepihak ini tergolong dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Fadhil pun merasa bahwa penggunaan istilah cleansing ini tidak tepat untuk digunakan dalam kebijakan.
"Istilah cleansing ini yang kemudian menunjukkan inkompetensi dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta khususnya plt kepala disdik DKI Jakarta," ujar Fadhil.
Anehnya, Fadhil tidak menemukan istilah cleansing pada Undang-Undang ASN pasal 66. Lantas, apakah kebijakan cleansing ini memang berdasarkan UU terkait?