PP (Perusahaan Pertambangan) Muhammadiyah

Sabtu 27-07-2024,22:27 WIB
Reporter : Dhimam Abror Djuraid
Editor : Yusuf Ridho

Keputusan pemerintah itu menjadi kontroversi besar karena dianggap sebagai upaya memberikan umpan kepada ormas keagamaan supaya terperangkap ke dalam korporatisme negara. Dengan menerima konsesi tambang, ormas keagamaan dikhawatirkan tidak akan independen, menjadi bergantung kepada pemerintah, dan kehilangan daya kritis.

Selama ini institusi demokrasi di Indonesia sudah terkooptasi oleh negara. Akibatnya, demokrasi tidak berjalan sehat. Pemerintahan Jokowi berusaha mengooptasi semua elemen demokrasi dengan tujuan menghilangkan potensi oposisi untuk melakukan mekanisme checks and balances.

Partai politik sudah terkooptasi. Lembaga legislatif sudah menjadi lembaga tukang stempel. Mahkamah Konstitusi dianggap tidak berfungsi maksimal. Mahkamah Agung juga sudah kehilangan independensi. Kampus dan intelektual tidak lagi menjadi sumber suara kritis. Indeks demokrasi Indonesia pun merosot dari tahun ke tahun.

BACA JUGA: NU-Muhammadiyah Bersatu…

BACA JUGA: Pola Relasi Baru NU-Muhammadiyah

Di tengah kondisi seperti itu, masyarakat demokrasi menaruh harapan kepada civil society untuk menjaga kewarasan demokrasi. Salah satu pilar demokrasi yang diharapkan menjadi kekuatan kontrol sosial adalah organisasi keagamaan, yakni NU dan Muhammadiyah.

Sebagai dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah bisa menjadi penyeimbang kekuasaan pemerintah yang terlalu dominan. Sayang, NU selama ini tidak menunjukkan sikap kritis terhadap pemerintah, tetapi malah cenderung menjadi bagian dari korporatisme negara.

Muhammadiyah menjadi tumpuan masyarakat demokrasi untuk mengawasi kebijakan pemerintah yang mengancam demokrasi. Karena itu, ketika Muhammadiyah terlihat akan menolak tawaran konsesi, masyarakat menjadi lega.

BACA JUGA: Post Muhammadiyah Buya Syafii

BACA JUGA: Muhammadiyah Tinggalkan BSI, Langkah Strategis atau Kecewa Layanan?

Selain Muhammadiyah, organisasi gereja juga tegas menolak tawaran itu. Namun, NU (Nahdlatul Ulama) dengan senang hati menerima konsesi tersebut. Keputusan NU itu mendapat reaksi negatif dari sekalangan masyarakat dan para netizen. Sebuah akun netizen mengubah logo NU dengan menambahi gambang ekskavator di tengah gambar tali jagat.

Melihat kondisi itu, Muhammadiyah sempat gamang beberapa saat. Namun, kemudian Muhammadiyah dikabarkan memutuskan mengikuti langkah NU dengan menerima konsesi. Hal itu dibocorkan pengurus Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas pada Rabu, 24 Juli 2024.

Anwar mengatakan, Muhammadiyah tidak serta-merta menerima konsesi, tapi memberikan catatan syarat dan ketentuan berlaku. Di antaranya, jika Muhammadiyah memutuskan untuk menerima dan mengelola tambang, pengelolaan harus dilakukan dengan menjaga lingkungan. Selain menjaga lingkungan, Muhammadiyah harus menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang terdampak oleh tambang. 

Sebelumnya, di tengah sikap Muhammadiyah yang masih gamang, muncul desakan agar Muhamadiyah menolak konsesi. Desakan itu muncul dari kelompok anak muda kader Muhammadiyah melalui petisi di platform change.org dan ditandatangani ribuan orang.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah tak akan sembarangan dalam mengambil keputusan soal izin tambang. Ia menilai, seluruh elemen dalam organisasi harus terlibat, termasuk pengurus di tingkat daerah. 

BACA JUGA:PBNU Bisa Kelola 23 Ribu Ha Lahan Tambang Bekas KPC, Muhammadiyah Berapa?

Kategori :