Kisah-Kisah di Balik Perjokian Kampus (3) : Pernah Dibayar Semangkuk Soto

Jumat 02-08-2024,14:56 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Doan Widhiandono

Yang saya lakukan semakin lancar saat saya dan seorang kawan mengelola rental komputer dan warnet di sekitar kampus. Pasti ada saja penyewa—pasti mahasiswa—yang minta jasa pembuatan tugas. Tentu kami layani. Toh, fasilitas tersedia. Ada komputer dan internet yang standby 24 jam.

Berapa tarifnya? Sekali lagi, masih minim dan tak berstandar. Semua berdasar feeling. Niatnya cari ceperan.

Di pengujung kuliah, saya sampai mengerjakan lima skripsi. Satu punya saya, yang empat punya klien. Bagi saya, mengerjakan skripsi sebanyak itu ternyata gampang saja. Tinggal keluar-masuk perpustakaan untuk mencari referensi. Soal mengetik, tinggal pakai fasilitas warnet.

Saat itu, saya sudah punya strategi ’’joki plus’’. Tidak hanya membuatkan dan mengetikkan, tetapi sampai membrifing si klien saat mereka akan menghadap dosen. Saya berpendapat, kegagalan skripsi tidak hanya disebabkan karena karya tulisnya jelek. Tetapi kerap juga karena mahasiswa tidak bisa men-jlentreh-kan pemikirannya secara gamblang ke dosen. Itu yang saya antisipasi.

Hasilnya, semua puas. Semua lulus. Saya pun punya uang lebih, sekadar untuk mentraktir pacar ke bioskop atau makan bubur ayam di Warung Kayungyun, hehe…

Merantau ke Surabaya, pekerjaan saya ternyata juga tak jauh-jauh dari pengetikan, penulisan, hingga percetakan. Ya, saya adalah karyawan swasta di sebuah perusahaan penerbitan. Dengan gaji yang sangat layak. Tanpa cari ceperan pun sudah sangat oke.

Eh, aktivitas joki-menjoki saya hidup lagi. Kali ini bukan tugas kuliah. Tetapi beranjak sampai penulisan buku. Istilahnya bukan lagi joki. Agak keren sedikit: ghost writer. Berapa tarifnya? Tak ada standar. Semua berdasar feeling. Tetapi, setidaknya saya harus mendapatkan minimal Rp 7,5 juta untuk penulisan buku simpel setebal 150-an halaman.

Nah, saat pandemi, kira-kira 2021, tiba-tiba saya mendapat tawaran menjadi joki. Tawarannya datang dari kawan lama. Yang sudah lama tidak bertemu, hanya kerap saling mencolek di Facebook.

Ia bertanya, apakah saya mau menggarapkan jurnal ilmiah milik seorang mahasiswa S-2 di sebuah kampus swasta beken di Malang. Tanpa pikir panjang, saya bersedia. Banderol saya tetapkan Rp 2 juta. Deal…!

BACA JUGA:WN Tiongkok Jadi Joki Tes Bahasa Inggris di Surabaya

BACA JUGA:Joki SBMPTN Masuk Bui

Jurnal bertema manajemen pemasaran itu rampung tak sampai dua hari. Jurnal itu di-ACC dosen, bahkan sampai terpublikasi. Si mahasiswa—yang sama sekali tidak pernah berhubungan dengan saya—merasa puas. Saking puasnya, dia minta saya menggarapkan tesisnya.

Tema tesis itu masih tentang manajemen pemasaran. Ini bidang yang sama sekali tidak pernah saya pelajari di kampus. Karena tertantang, saya pun oke. Banderol saya tetapkan Rp 10 juta, ditawar Rp 7,5 juta. Kembali, saya oke. Bahkan saya jamin terus menggarap sampai kelar. Berapa kali pun revisinya.

Kali ini, saya malas mengerjakan sendiri. Iseng-iseng, saya cerita ke seorang kawan yang menjadi dosen di sebuah kampus swasta kecil di Surabaya. Ia bersedia menggarapkan tesis tersebut. Akhirnya, tugas itu pun saya limpahkan ke kawan saya tersebut. Beres.

Apakah saya masih mau menjadi joki? Entah. Bergantung feeling. Sreg atau tidak. Haha(*)

Kategori :