IOC menyatakan bahwa aturan kelayakan didasarkan pada aturan Olimpiade Tokyo pada tahun 2021 dan tidak dapat diubah selama kompetisi berlangsung.
"Agresi saat ini terhadap kedua atlet ini sepenuhnya didasarkan pada keputusan sewenang-wenang yang diambil tanpa prosedur yang tepat, terutama mengingat para atlet ini telah berkompetisi di tingkat atas selama bertahun-tahun," tulis IOC.
BACA JUGA:Jadwal Olimpiade Paris 2024 dan Atlet Indonesia yang Belum Tampil
BACA JUGA:Gregoria Mariska Hadapi Ratchanok Intanon di Perempatfinal Olimpiade Paris
"IOC prihatin dengan pelecehan yang saat ini diterima oleh kedua atlet tersebut. Setiap orang memiliki hak untuk berolahraga tanpa diskriminasi" tambahnya.
Dalam sebuah pernyataan, IBA mengutuk ketidakkonsistenan dalam kelayakan di Olimpiade Paris. "Setelah pengujian, baik Imane Khelif dan Lin Yu-ting tidak memenuhi kriteria kelayakan yang disyaratkan untuk berkompetisi dalam kategori wanita di acara masing-masing," tambah badan tersebut.
"Sifat mendesak dari keputusan tersebut (untuk mendiskualifikasi para petinju) dibenarkan, karena keselamatan para petinju kami adalah prioritas utama kami," lanjutnya.
Beberapa cabang olahraga telah membatasi kadar testosteron yang diperbolehkan untuk atlet yang bertanding dalam kompetisi wanita, sementara yang lain melarang semua orang yang telah melewati masa pubertas pria.
Meskipun demikian, terdapat juga pengecualian, termasuk atlet dengan Perbedaan Perkembangan Seksual (Differences of Sexual Development, DSD).
DSD adalah kondisi langka yang melibatkan gen, hormon, dan organ reproduksi. Beberapa orang dengan DSD dibesarkan sebagai perempuan tetapi memiliki kromosom seks XY dan kadar testosteron dalam darah dalam kisaran laki-laki.
*) Mahasiswi Politeknik Negeri Malang, peserta Magang Reguler di Harian Disway.