Alasan ketiga, kekayaan alam merupakan anugerah dari Allah SWT dan manusia sebagai pemimpin di muka bumi mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam untuk kemaslahatan dan kesejahteraan hidup material dan spiritual. Karena alasan itu, Muhammadiyah merasa perlu ikut mengelola anugerah tersebut.
Pengelolaan usaha pertambangan, kata Mu’ti, sejalan dengan Pasal 7 ayat 1 Anggaran Dasar Muhammadiyah yang berbunyi, ”Untuk maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan dakwah makruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam segala bidang kehidupan”.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terdapat di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan kewenangannya, pemerintah Indonesia sebagai penyelenggara negara memberikan kesempatan kepada ormas keagamaan, dan kemudian Muhammadiyah menerimanya.
BACA JUGA: PBNU Bisa Kelola 23 Ribu Ha Lahan Tambang Bekas KPC, Muhammadiyah Berapa?
BACA JUGA: Muhammadiyah Terima Izin Tambang, tapi Cantumkan Sejumlah Catatan
Keputusan Muktamar Ke-47 Muhammadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 2015 mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah di sektor ekonomi, selain dakwah di bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, tablig, dan bidang lainnya.
Pada 2017, Muhammadiyah mengeluarkan Pedoman Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) untuk melebarkan dan meningkatkan dakwah di bidang industri, jasa, pariwisata, dan unit bisnis lainnya.
Dalam pengelolaan tambang, Muhammadiyah akan berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab dengan melibatkan kalangan profesional dari kader dan warga persyarikatan, masyarakat di sekitar wilayah tambang, bersinergi dengan akademisi perguruan tinggi, serta menerapkan teknologi yang dapat meminimalkan kerusakan lingkungan.
Dalam mengelola pertambangan, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan mitra berpengalaman dalam mengelola tambang, mempunyai komitmen dan integritas tinggi, serta keberpihakan kepada masyarakat dan persyarikatan melalui perjanjian yang saling menguntungkan.
Muhammadiyah akan mengelola tambang dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan melanjutkan usaha-usaha pengembangan sumber energi berkelanjutan serta membangun budaya hidup bersih dan ramah lingkungan.
Muhammadiyah akan berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan kepada masyarakat, membangun ekosistem yang ramah lingkungan, penelitian dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan dan dakwah jamaah.
Muhammadiyah membentuk tim pengelola tambang, yaitu Muhadjir Effendy sebagai ketua, Muhammad Sayuti sebagai sekretaris. Lalu, anggota tim adalah Anwar Abbas, Agung Danarto, Hilman Latief, Ahmad Dahlan Rais, Arif Budimanta, Bambang Setiaji, Nurul Yamin, dan Muhammad Azrul Tanjung.
Dalam tradisi fenomenologi, pemaknaan sebuah tindakan bisa diungkap dari motif tindakan itu. Ada dua motif yang menjadi latar tindakan, yaitu ”in order to motives” dan ”because of motives”. Yang pertama mengungkap tujuan sebuah tindakan dan yang kedua mengungkap mengapa tindakan itu diambil.
Delapan poin alasan Muhammadiyah itu hanya mengungkap in order motive, tetapi tidak menjelaskan because of motives. Tidak diungkap mengapa pemerintahan Jokowi memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan. Apa yang muncul ke permukaan bersifat normatif, sedangkan motif yang sesungguhnya disembunyikan.
Banyak yang berspekulasi bahwa because of motives yang mendasari keputusan itu adalah upaya membungkam kekuatan civil society dengan merangkulnya menjadi bagian dari korporatisme negara. Hal itulah yang menjadi keprihatinan banyak kalangan, internal maupun eksternal.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas memilih walk out. Pengurus Muhammadiyah Kalimantan Selatan –yang notabene paling paham mengenai permainan pertambangan– menyatakan tidak setuju. Amien Rais, mantan ketua PP Muhammadiyah, menyatakan kaget dan marah. Namun, Muhammadiyah bergeming dan tetap berlalu dengan keputusannya.