Kompetisi Warganet di Kasus Vina Cirebon

Selasa 06-08-2024,11:43 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Dedi: ”Waktu kasus itu mulai disidangkan 2016, kamu pernah diperiksa, gak? HP-mu pernah diperiksa kepolisian, gak?” 

Widia: ”Sama sekali enggak. Enggak pernah diminta keterangan. Delapan tahun, gak ada yang tanya ke saya atau Mega.”

Mega: ”Mendem delapan tahun. Baru sekarang kami ceritain ini.”

Wawancara selesai. Videonya viral. Warganet komentar beraneka ragam. Tayangan video itu sukses mendahului polisi memeriksa Widia dan Mega. Warganet merasa bangga. Kasus itu tambah ruwet.

Zaman now, tugas polisi jadi tambah berat. Mereka bekerja serius, investigasi kasus, berbekal ilmu kepolisian, juga pengalaman, lalu menganalisis hasil pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan). Juga, aneka bukti hukum. 

Kemudian, tim polisi membuat kesimpulan. Dilanjut, hasilnya diserahkan kepada komandan untuk diteliti. Kalau setelah diteliti hasilnya lengkap, barulah diserahkan ke humas untuk dipublikasi. Proses panjang.

Sebaliknya, warganet mewawancarai narasumber. Langsung publikasi. Singkat. Sederhana. Kebenaran materi tayangan bergantung narasumber. Kalau narasumber bohong, tanggung jawab ditimpakan kepada narasumber. Kalau materi akurat, warganet meraih banyak viewers.

Di kasus Vina, kerja polisi kalah cepat publikasi daripada warganet. Malah, warganet bersaing, beradu cepat. Beradu gaya penyajian. Pada materi yang sama. Sehingga untuk materi yang sama, beredar banyak sumber publikasi. Beredar luas. 

Itulah yang kemudian diyakini publik sebagai kebenaran. Tanpa menunggu publikasi dari polisi. (*)

 

Kategori :