Pastinya, di situ polisi melihat kontak terakhir di HP Vina, kemudian menelepon Widia.
Widia: ”Saya dan Mega sangat kaget. Kami nangis-nangis. Buru-buru berangkat ke rumah sakit.”
Tiba di RS, Widia dan Mega menuju IGD. Kejadian berikutnya seperti disebutkan di atas. Kejadian detailnya begini:
Widia: ”Seorang perawat pria mengatakan ke kami begini: Mbak… Mbak… temannya Vina, ya? Saya jawab: Ya. Ia katakan: Sini Mbak, ayo masuk. Saya tanya: Gimana kondisi Vina? Ia jawab: Sangat kritis. Makanya, ayo masuk.”
Widia dan Mega tercengang. Mereka menangis. Mereka menolak masuk. ”Gak tega melihatnya. Takut. Tapi perawat maksa, mengajak kami masuk. Katanya, Vina perlu dibimbing bacaan syahadat, biar cepat. Karena kondisinya sangat kasihan.”
Dalam kondisi bingung, Widia dan Mega masuk ke ruang rawat IGD yang berdinding tirai-tirai putih. Menuju ke Vina, telentang di bed. Tubuh Vina dibalut selimut sampai batas dada.
Widia: ”Saya fokus ke wajah Vina. Tidak ada lecet sama sekali. Bersih. Cuma hidungnya berdarah. Tapi, dia kayak ngorok gitu, groook… groook…”
Widia-Mega menangis. Syok.
Abraham Samad: ”Berarti belum meninggal Vina?”
”Belum. Tapi, ya… gitu.”
”Terus….”
”Perawat mengingatkan kami supaya membimbing syahadat. Saya bacain di telinga kanan Vina, Mega di telinga kiri. Terus, sudah itu Mega jatuh ngeloyor, pingsan.”
Mega: ”Saya sadar sudah di bagian lobi IGD, saya duduk di kursi roda. Rupanya saya tadi didorong dengan kursi roda itu.”
Abraham: ”Jadi, kalian yang menghantar, ya, saat Vina meninggal. Tapi, kamu gak lihat ada luka di wajahnya?”
Widia (menangis): ”Ya, setelah kami bacain, Vina diam. Enggak ngorok. Dia meninggal.”
Itulah wawancara Widia-Mega dengan Abraham. Di lain video, di YouTube milik Dedi Mulyadi (yang ini langganan menyiarkan kasus Vina), mereka juga diwawancarai hal yang sama. Mereka menceritakan hal yang sama. Cuma, di video Dedi, ada tambahan begini: