SURABAYA, HARIAN DISWAY - Kontroversi rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL) masih berlanjut. Proyek reklamasi ini mendapat protes keras dari berbagai kalangan masyarakat.
Termasuk dari kalangan akademisi. Kali ini disampaikan oleh Pakar Perencanaan dan Tata Ruang Wilayah Kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Putu Rudy Setiawan.
Rudy menilai proyek senilai Rp 72 triliun itu diglorifikasi secara berlebihan. Sebab, PSN SWL diprediksi tidak berdampak banyak pada sektor ekonomi di Jawa Timur secara keseluruhan.
BACA JUGA:Proyek PSN Surabaya Waterfront Land, Kepentingan Siapa?
Menurutnya, proyek tersebut cenderung memusatkan aktivitas ekonomi di Surabaya. Seperti perputaran uang, barang, dan jasa. Tentu ini memperburuk kesenjangan sosial di Jawa Timur.
Sedangkan daerah-daerah lain hanya akan menjadi penonton. Mereka tidak merasakan implikasi dari pembangunan pulau buatan yang digagas oleh PT Granting Jaya.
“Itu yang menjadi persoalan pelik sebetulnya, seolah-olah kemudian ada pemihakan pemerintah pusat yang menyatakan bahwa ini harus skala nasional, padahal kenyataannya tidak (berskala lokal, red),” ungkap Rudy ditemui di kediamannya, Surabaya, Selasa, 7 Agustus 2024.
Juru Bicara PT Granting Jaya Agung Pramono, saat mempresentasikan alokasi lahan pengembangan proyek SWL, Rabu, 24 Juli 2024.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
Anda sudah tahu. Surabaya Waterfront Land merupakan salah satu dari 14 PSN yang diteken oleh pemerintah pusat. Proyek reklamasi ini akan dibangun di pesisir timur Kota Surabaya.
Rencananya, SWL dibangun di atas lahan seluas 1.184 hektare. Dengan rincian, 100 hektare lahan eksistensi, dan 1.084 hektare sisanya berupa pulau reklamasi.
Lahan tersebut akan diubah menjadi kawasan terpadu dengan berbagai sektor. Ada pariwisata, ekonomi kreatif, industri perikanan, pendidikan, hunian, dan area konservasi mangrove.
Sebagai tim ahli yang terlibat pada penyusunan kajian awal PT Granting Jaya, Rudy menyebut pemerintah pusat terlalu dini untuk menetapkan Surabaya Waterfront Land sebagai Proyek Strategis Nasional.
“Karena memang tidak ada kajian dampak ekonomi, yang ada hanya kajian finansial saja. Kajian kebijakan mengatakan ini tidak layak, mismatch dengan semua rencana tata ruang pada level kota, provinsi, maupun skala nasional,” terang Rudy.
Pakar Perencanaan dan Tata Ruang Wilayah Kota dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Putu Rudy Setiawan.-Novia Herawati-Harian Disway -
Dampak lingkungan juga disoroti olehnya. Proyek reklamasi ini dikhawatirkan memperburuk ekosistem laut. Perubahan arus laut yang menimbulkan sedimentasi dan abrasi.