"Biota-biota laut yang bermukim di sana lalu bermigrasi. Ini menyebabkan kerugian bagi nelayan. Mereka harus menambah pengeluaran untuk mencapai zona penangkapan yang lebih jauh," ujarnya.
Di sisi lain, glorifikasi PSN SWL dipandang Rudy sebagai pemantik bagi para pemilik modal atau kaum kapitalis, sehingga mereka mau berinvestasi dengan nominal jumbo.
“Kesannya seperti karpet merah kepada para investor supaya investasinya lancar. Mereka ingin itu tidak diganggu oleh sejumlah kebijakan tata ruang. Termasuk syarat-syarat perizinan yang terlalu panjang (berbelit-belit, red),” ujarnya.
BACA JUGA:Proyek Reklamasi Kenjeran Sudah Didesain, Nelayan: Lahan Pencaharian Kami Ditutup
Kendati demikian, jika hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah pusat tidak sesuai kriteria, maka status Surabaya Waterfront Land sebagai salah satu PSN bisa dicabut.
“PSN itu secara regular dievaluasi oleh Kementerian Perekonomian. Berdasarkan progresnya, yang diproyeksikan impact-nya sekian persen, pertumbuhan ekonomi sekian persen, kalau tidak tercapai maka itu juga akan dievaluasi," ujar Rudy.
"Tentu bisa jadi digugurkan dan dikeluarkan dari list PSN dan kalau masyarakat dan institusi pemerintah di tingkat lokal merasa itu tidak sesuai maka saya kira bisa saja melakukan komplain,” imbuhnya.
Sebagai alternatif, Rudy menyarankan pemerintah pusat untuk mempertimbangkan pengembangan daerah lain di Provinsi Jawa Timur yang tidak kalah berpotensi.
Seperti jalur Selingkar Wilis, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dan jalur Pantai Selatan. Ini agar distribusi ekonomi dan sosial di Jatim lebih merata. (*)