Gampang merasa puas tentu ada baiknya. Anda bisa tidak terlalu banyak kecewa lantaran gagal mengejar sesuatu yang tidak berada dalam kemampuan Anda tapi Anda paksakan mengejarnya, misalnya. Seperti wejangan Lao Tzu, filsuf pendiri Taoisme, yang Anda sudah hafal semua, "知足常乐" (zhī zú cháng lè): siapa yang tahu merasa cukup, akan bahagia selalu. Dan, "知止不殆" (zhī zhǐ bù dài): siapa yang memahami kapan berhenti, akan bisa menghindari malapetaka.
Namun, Anda pun tahu, beragam penemuan yang mengubah hidup umat manusia dari pemburu-pengumpul yang ruwet menjadi secanggih dan seefisien sekarang, ditemukan oleh mereka yang terus mengikuti curiosity-nya, rasa ingin tahunya. Mereka agaknya tidak pernah puas akan keadaan, sehingga terus-menerus mencari cara untuk mengubahnya.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Direktur Primaya Hospital, Semarang Aditya Nugraha: Yi Xin Wei Gong
Memang tidak langsung berhasil. Beberapa, kalau bukan kebanyakan, mengalami kegagalan berkali-kali. Thomas Alva Edison, contohnya. Tak terhitung berapa banyak eksperimen sang penemu lampu pijar nan brilian ini yang gatot. Tetapi, sekalipun gagal, ia tak menyerah dan meratapi, melainkan menganggapnya sebagai proses pematangan menuju kesuksesan. "I never failed once. It just happened to be a 2000-step process," ucapnya, suatu waktu.
Nadya Arina juga punya prinsip serupa. "Jangan berhenti belajar. Jangan pernah merasa puas. Selalu percaya apa yang terjadi itu yang terbaik untuk kita," ujar aktris muda yang memerankan Alina Suhita dalam film Hati Suhita dan memerankan Lenni dalam film Sekawan Limo tersebut, ketika ditanya apa yang menjadi pegangan hidupnyi.
Berarti, selain optimis, sukses/tidaknya kita terletak pada kemauan kita untuk never stop learning dan, kata penyair masyhur dinasti Tang Wang Zhihuan (688–742), usaha kita untuk "更上一层楼" (gèng shàng yì céng lóu): terus meningkatkan prestasi dan memperluas cakrawala keilmuan.