Kemenkes Targetkan Penambahan 18 Alat Deteksi Kanker di Indonesia Tuntas pada 2027

Selasa 10-09-2024,10:13 WIB
Reporter : Rida Khumaida Nabila*)
Editor : Taufiqur Rahman

HARIAN DISWAY - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI berencana menambah alat deteksi kanker atau Positron Emission Tomography (PET) Scan di 16 rumah sakit milik pemerintah dan ditargetkan selesai pada tahun 2027.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan bahwa PET Scan akan didistribusikan ke RS Kemenkes yang mencakup seluruh pulau di Indonesia, sehingga masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan diagnosis kanker.

“Sampai tahun 2027 pemerintah menambah 18 PET Scan dari tiga unit saat ini menjadi 21 unit yang akan tersebar di 16 rumah sakit pemerintah di seluruh pulau di Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Maluku, Papua, NTT, semua akan dilengkapi PET Scan,” ujar Budi di Bekasi pada Senin, 9 September 2024, seperti dilansir dari Antara.

Budi menjelaskan, PET Scan merupakan teknologi penting untuk mendeteksi kanker pada tahap awal dan menentukan lokasi penyebarannya.

BACA JUGA:Generasi X dan Milenial Berisiko Lebih Tinggi Terkena Kanker, Benarkah?

BACA JUGA:Jokowi Bangun RS Kemenkes Surabaya untuk Cegah Devisa Lenyap Rp 180 Triliun Per Tahun

Menurutnya, saat ini kanker merupakan penyebab kematian kedua di dunia dengan 9,6 juta kematian per tahun. 

Sedangkan di Indonesia terdapat 136 kasus kanker per 100 ribu penduduk, yang menempatkan negara ini pada peringkat ke-8 di Asia Tenggara.

Budi berharap dengan penambahan alat tersebut, dapat menjadi bagian dari upaya untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit kanker di Indonesia.

“PET Scan itu alat untuk mendeteksi penyebaran kanker, alatnya mahal sekali sehingga banyak rumah sakit mau beli, tetapi tidak sanggup,” kata Budi.

BACA JUGA:Kemenkes Bantah PIN Polio Bisa Picu Kanker dan HIV

BACA JUGA:Perjuangan Puput Novel Melawan Kanker Payudara dan Komplikasi yang Menjadi Akhir Perjalanan Hidupnya

Dia pun mengungkapkan bahwa penggunaan PET Scan di rumah sakit milik Kemenkes hanya dapat ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan satu kali per pasien karena biaya operasional dari alat tersebut cukup mahal.

“Sekarang ditanggung oleh BPJS satu kali seumur hidup. Walaupun nanti pasien memang butuhnya tidak sekali. Kalau harganya lebih rendah nanti bisa ditanggung dan kita nanti akan komunikasi terus karena BPJS, juga ada kapasitasnya,” kata Budi.

 

Kategori :