Mulanya, Kencana Herdianto adalah seorang workaholic: penggila kerja. Ia selalu mengoptimalkan waktu untuk tetap produktif setiap harinya. "Tak jarang saya kehilangan kontrol dalam pola hidup dan makan, hingga pada satu saat saya mengetahui kalau saya mengidap diabetes," kata general manager The Southern Hotel Surabaya tersebut.
Sejak itu, cara pandangnya tentang hidup berubah total. "Saya lebih memaknai dan menghargai hidup karena kita hanya memiliki satu kali kesempatan untuk hidup. Yang awalnya saya lebih memposisikan kebahagiaan orang lain dalam urutan teratas, sekarang saya menyadari dan memberikan porsi lebih untuk kebahagiaan diri sendiri, karena we deserve to be happy," ujar Kencana.
Makanya, lanjut Kencana, "Tiap hari saya berusaha untuk menikmati dan mensyukuri yang saya punya, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari."
Memang, kalau menurut Lao Tzu yang pendiri Taoisme, "知足常乐" (zhī zú cháng lè): mereka yang bersyukur dan merasa cukup, akan bahagia senantiasa. Sebaliknya, pitutur luhur Tiongkok klasik mengumpamakan, "人心不足蛇吞象" (rén xīn bù zú shé tūn xiàng): hati orang yang tidak pernah merasa cukup, bagaikan ular yang menelan gajah, pada akhirnya hanya akan mencelakakan dirinya sendiri.
Liu Xiang 刘向, cendekiawan dinasti Han yang lahir pada kisaran tahun 77 SM, juga berpendapat serupa. Baginya, "祸生于欲得,福生于自禁" (huò shēng yú yù dé, fú shēng yú zì jìn): malapetaka berasal dari menuruti keinginan, kebahagiaan berasal dari membatasi keinginan.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Bankir Dwi Santi Rahayuningsi: Yong Wang Zhi Qian
Intinya, sebagaimana dituliskan Yelü Chucai 耶律楚材, penasihat dinasti Yuan, dalam salah satu syairnya, "为人但知足, 何处不安生" (wéi rén dàn zhī zú, hé chù bù ān shēng): asal bisa menjadi orang yang bersyukur dan merasa cukup, tak akan ada tempat yang tak menenangkan untuknya. (*)