Gus Ipul, Menteri 50 Hari

Selasa 17-09-2024,13:32 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

Modal politik dan sosial mengantarkan ia untuk maju dalam kontestasi pilgub setelah itu. Ia bersaing dengan sesama kader NU: Khofifah Indar Parawansa. Khofifah berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak. KIP –demikian ketua umum PP Muslimat itu biasa dipanggil– maju pilgub Jatim untuk kali ketiga.

Singkat cerita, Gus Ipul kalah. 

Menyerahkah dia? 

Tidak. 

Setelah gagal menjadi gubernur Jatim, ia memilih bertarung untuk menjadi wali kota Pasuruan. Kota dengan hanya menaungi empat kecamatan. Sangat kecil bila dibandingkan dengan Jatim yang punya 39 kabupaten dan kota.

Satu periode menjadi wali kota, ia berhasil mengubah wajah Pasuruan. Merevitalisasi bangunan kuno dan menjadikan alun-alun sebagai destinasi baru dengan payung seperti di halaman Masjid Nabawi, Madinah.

Keberhasilan Gus Ipul dalam memimpin Pasuruan membuktikan keandalannya sebagai politikus. Baginya, panggung besar atau kecil sama saja. Yang penting bisa berkiprah dan bisa meninggalkan jejak karyanya.

Karena itu, kalau kemudian ia dipilih Presiden Jokowi menjadi menteri di akhir masa jabatan keduanya, itu bukan hal aneh. Apalagi, dari hasil mukatmar NU di Lampung, mantan ketua umum PP GP Ansor dua periode itu dipercaya menjadi sekretaris jenderal PBNU.

Selain memiliki darah biru NU, Gus Ipul adalah sahabat lama Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Sejak keduanya masih menjadi pelajar. Sejak masih sama-sama menjadi anggota IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama).

Keduanya sahabat yang tak terpisahkan dalam kondisi apa pun. Apalagi, Gus Yahya yang jebolan Fisipol UGM itu pernah menjadi juru bicara Presiden Gus Dur alias KH Abdurrahman Wahid. Keduanya saling menopang dalam karier dan kehidupan.

Karena itu, ketika Gus Yahya memegang kendali atas ”panggung besar” yang namanya NU, Gus Ipul langsung menjadi bagian penting pengisi panggung tersebut. Jadilah, Gus Ipul yang selama lima tahun bermain di ”pangggung kecil” bergeser ke ”pangung besar”.

Sejak menjadi sekjen PBNU, perjalanan karier politiknya bisa dengan gampang dibaca. Ia tak akan mungkin kembali hanya cukup memimpin Kota Pasuruan. Kota santri di Jawa Timur itu sudah cukup menjadi ajang pembuktian kemampuanya teknokratisnya.

Transformasi Gus Ipul sebagai politikus sebetulnya sudah bisa dibaca sejak ia sukses menjadi wakil gubernur Jatim. Pengalamannya selama dua periode sebagai orang kedua di provinsi itu telah menjadikan ia tidak hanya sebagai politikus. Tapi, juga menjadi teknokrat.

Fase sekarang, Gus Ipul bisa disebut sebagai sedikit dari orang NU yang mempunyai kepiawaian politis sekaligus teknokratis. Itu adalah modal besar ia untuk berkiprah lebih besar di tingkat nasional. Teruji dalam politik, piawai dalam memimpin birokrasi, dan memiliki basis sosial yang kuat.

Karena itu, bisa dibayangkan, jabatannya selama 50 hari menjadi menteri ini hanya sebuah tiket masuk ke gerbong baru pemerintahan. Ibarat mau naik pesawat, ia setidaknya sudah check in terlebih dulu. Tinggal menunggu boarding untuk masuk ke pesawat yang akan membawanya ke tujuan yang baru.

Tentu tidak akan banyak yang bisa dikerjakan Gus Ipul di sisa masa bakti kabinet sekarang. Tapi, ia dikenal sebagai orang yang bisa ”menciptakan” sesuatu di masa yang singkat. Setidaknya, ia pasti bisa berbuat sesuatu di masa yang singkat.

Kategori :