Hal itu karena politik di negeri ini menggunakan sistem demokrasi. Mereka berpandangan bahwa demokrasi merupakan produk Barat-kafir sehingga tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Karena berpandangan ekstrem dan membahayakan ideologi Pancasila dan NKRI, organisasi-organisasi Islam transnasional telah dibubarkan pemerintah. Meski secara organisatoris telah dibubarkan pemerintah, sejumlah kelompok berideologi transnasional terus bergerak dengan membuat peta jalan untuk memperjuangkan tegaknya negara khilafah.
Perjuangan politik itu terus dilakukan hingga negara ideologi yang dicita-citakan berhasil diwujudkan.
BACA JUGA: NU-Muhammadiyah Bersatu…
BACA JUGA: Pola Relasi Baru NU-Muhammadiyah
PENEGASAN MUHAMMADIYAH
Menyadari begitu kuatnya wacana politik Islam transnasional, Muhammadiyah sebagai salah satu pilar civil society menegaskan bahwa Negara Pancasila merupakan darul ahdi wa syahadah. Konsep Negara Pancasila sebagai darulahdi (negara konsensus) sekaligus darussyahadah (negara persaksian) merupakan hasil Muktamar Ke-47 Muhammadiyah di Makassar pada 3–7 Agustus 2015.
Jika dibandingkan dengan konsep yang berkembang dalam literatur politik Islam, konsep Negara Pancasila sebagai darulahdi dan darussyahadah merupakan kekhasan Muhammadiyah. Konsep Negara Pancasila sebagai konsensus dan kesaksian mempertegas komitmen kebangsaan Muhammadiyah pada negeri tercinta.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, Negara Pancasila merupakan hasil dari konsensus atau perjanjian dari seluruh pendiri bangsa (the founding fathers).
BACA JUGA: Pentingnya Pendidikan Pancasila
BACA JUGA: Lahirnya Pancasila
Negara konsensus jelas berdimensi keagamaan sehingga menuntut komitmen untuk terus menjaga ideologi Pancasila dengan penuh amanah. Negara Pancasila juga menjadi arena untuk memberikan persaksian atau pembuktian (darussyahadah).
Hal itu berarti semua elemen bangsa harus berlomba-lomba menjadi yang terbaik dengan komitmen merealisasikan cita-cita negeri tercinta. Dalam hal ini, komitmen umat Islam terhadap Negara Pancasila tidak perlu diragukan.
Tengoklah penggalan peristiwa yang mengiringi kemerdekaan Republik Indonesia. Tatkala ada sebagian elemen bangsa berkeberatan dengan rumusan Pancasila yang termuat dalam Piagam Jakarta, Ki Bagus Hadikusumo yang saat itu menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan ketua Hoof Bestuur Muhammadiyah tampil memberikan solusi.
Dalam sidang PPKI pada Agustus 1945, Ki Bagus mengusulkan perubahan rumusan sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Padahal, saat itu mayoritas anggota PPKI telah menyepakati pernyataan Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat rumusan sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya. Kesepakatan itu ternyata masih menyisakan persoalan.