Tutut Soeharto Minta Maaf Bila Sang Ayah Ada Salah Selama Jadi Presiden

Minggu 29-09-2024,13:39 WIB
Reporter : Vini Vidi Aulia D*)
Editor : Mohamad Nur Khotib

HARIAN DISWAY - Putri presiden kedua RI, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto, meminta maaf apabila ada kesalahan yang dilakukan sang ayah saat memimpin Indonesia.

"Semua itu terjadi karena kesadaran dan juga rasa menghargai kepada bapak yang selama ini telah memimpin bangsa dan negara ini selama 32 tahun. Memang manusia tidak ada yang betul selalu ya, pasti ada salahnya," kata Tutut dalam Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI bersama Keluarga Besar Presiden Kedua RI Jenderal Besar TNI (Purn) H. M. Soeharto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Minggu, 30 September 2024.

Tutut juga menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh ayahnya tersebut dilakukan untuk kepentingan Bangsa Indonesia. Setelah sekian lama, imbuhnya, dia dan keluarga bersyukur bahwa telah menyadari secara objektif apa yang telah ditorehkan sang ayah. 

"Akhirnya ada yang menyadari dan mengatakan sesuatu yang benar bahwa yang benar itu benar, yang salah itu salah, dan persatuan itu lebih penting daripada dendam kesumat," ujarnya.

BACA JUGA:MPR RI Cabut Tiga TAP MPR Tentang Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid dalam Sidang Akhir Periode 2019-2024

BACA JUGA:Hari Reformasi Nasional 21 Mei 1998: Peringatan 26 Tahun Lengsernya Soeharto

Sementara itu, putri keempat Soeharto yakni Titiek Soeharto atau Siti Hediati Hariyadi berbicara soal jasa Soeharto selama memimpin Indonesia. Salah satunya, berhasil menciptakan keharmonisan di seluruh lapisan struktural pejabat.

"Dan untuk ke depannya, apa yang segala kebaikan yang telah beliau lakukan itu, semua itu adalah produk dari kerja sama semua para pejabat pejabat di bawah pimpinan beliau," kata Titiek. 

Seperti diketahui, Sidang Paripurna MPR RI menyetujui perubahan TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 yang tidak lagi mencantumkan nama Presiden Soeharto.

Pencabutan nama tersebut dilakukan atas permintaan Fraksi Partai Golkar.

TAP MPR ini awalnya berisi perintah untuk penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), dengan nama Soeharto disebut secara eksplisit dalam Pasal 4.

BACA JUGA:Ulang Tahun Titiek Soeharto, Prabowo Tolak Potongan Tumpeng Pertama, Ada Apa?

BACA JUGA:Jokowi, The Next Level Soeharto

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjelaskan bahwa meskipun TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tetap berlaku, sesuai dengan Tap MPR Nomor I/MPR/2003 yang mengatur peninjauan kembali status hukum ketetapan MPR, penyebutan nama Soeharto dalam ketetapan tersebut dinyatakan tidak lagi relevan karena proses hukumnya dianggap selesai seiring dengan wafatnya Soeharto pada 2008.

"Terkait penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998, secara pribadi, persoalannya telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," kata Bamsoet.

Kategori :