Dilanjut: ”Kedua, ada kekhilafan hakim di dalam menangani perkara ini. Bukti-bukti hukumnya ada, kami lampirkan di sini.”
Dilanjut: ”Seandainya rekaman CCTV yang kami bawa ini ditampilkan di persidangan pada 2016, ceritanya bakal beda. Jessica bisa langsung dibebaskan dari terdakwa pembunuhan.”
Gawat. Jika pernyataan Otto itu benar, bisa gawat. Orang yang disebut sengaja menyembunyikan itu (tidak disebut identitasnya, sebab bakal jadi perkara) melanggar pidana berat. Kejam. Ini kasus pembunuhan. Mirna mati. Jessica sudah dihukum. Berarti, orang itu menjerumuskan Jessica. Merusak keadilan.
Pernyataan tersebut selaras dengan pernyataan Otto sebelumnya. Yakni, rekaman CCTV kasus itu, yang ditampilkan di persidangan, hasil rekayasa. Baik resolusi maupun keberlanjutan video. Atau, ada bagian dari rekaman video yang hilang.
Perang sekarang di kasus ini bisa lebih seru jika dibandingkan dengan perang pada 2016.
Di persidangan 2016, satu-satunya bukti hukum kasus tersebut cuma CCTV itu. Di CCTV juga tidak ada kejadian tangan Jessica memasukkan sesuatu (sianida) ke gelas kopi milik Mirna. Delapan saksi pegawai Kafe Olivier sebagai saksi di persidangan, semuanya mengatakan, tidak melihat Jessica memasukkan sesuatu ke gelas itu.
Gelas tersebut datang diantarkan pramusaji ke meja nomor 54 (meja Jessica, Mirna, dan Hanie) setelah diolah barista di dapur kafe.
Keanehan lain, jenazah Mirna tak pernah diautopsi karena keluarga menolaknya. Namun, karena dugaan keracunan, lambung jenazah diperiksa pakar forensik RS Abdi Waluyo dr Djaja Surya Atmadja. Perut jenazah dibedah Djaja pada sekitar 70 menit pasca kematian Mirna.
Hasilnya: negatif sianida. Djaja: ”Isi lambung, darahnya hitam. Ada tukak lambung, berupa borok. Ketemu monosit (sel darah putih yang melawan bakteri). Itu luka lama. Kronis berbulan-bulan.”
Terus, jenazah Mirna diformalin karena akan dimakamkan tiga hari kemudian. Nah, menjelang pemakaman, lambung jenazah diperiksa dokter lain dari Polri, dr Slamet Purnomo. Ia mengambil sampel lambung, lalu membawanya ke laboratorium Mabes Polri. Hasilnya beda: Di lambung Mirna ada sianida 0,2 miligram per liter darah.
Di persidangan pula, Djaja yang ahli sianida mengatakan bahwa di lambung Mirna negatif sianida pada 70 menit pasca kematian. Ia mengatakan, kalau dokter lain menyebut ada 0,2 miligram pada tiga hari pasca kematian, ia tak komentar. Tapi, ditambahkan, manusia teracuni sianida dan mati minimal karena terpapar 150 miligram per liter darah.
Perkara itu sangat heboh pada 2016. Sidangnya disiarkan langsung oleh banyak TV swasta, secara penuh sejak sidang dimulai sampai selesai. Akhir perkara seperti itu.
Kini Jessica orang bebas. Banyak orang menyarankan Jessica, biarlah masa lalu berlalu. Kita nikmati hari ini, menyambut masa depan ceria. Tapi, Jessica tidak mau. Dia keukeuh melawan, melalui PK. Mengapa?
Jessica kepada wartawan: ”Saya tidak bersalah. Kebenaran harus ditegakkan.”
Luar biasa. Padahal, Jessica sekarang gambling. Otto, pengacara papan atas Indonesia itu, juga gambling. Bertaruh. Mempertaruhkan reputasi mereka. Tapi, buat mereka, ini bukan gambling. Sebab, gambling bersifat untung-untungan. Tidak pasti.
Bagi mereka, perlawanan ini upaya penegakan keadilan. Jelas tujuannya. Keadilan harus ditegakkan walaupun esok langit akan runtuh. (*)