ADA DUA peristiwa penting yang mengemuka akhir-akhir ini yang layak dijadikan refleksi bersama, khususnya bagi dunia pendidikan. Pertama, tren meningkatnya kasus bunuh diri. Kedua, maraknya video kekerasan di kalangan anak muda gen Z.
Potret itu melengkapi kasus keterlibatan gen Z dalam berbagai tindak kejahatan dunia maya mutakhir seperti penyalahgunaan pinjaman online, game online, e-commerce, e-banking, e-pornografi, dan turunannya seperti minuman keras, seks bebas, narkoba, dan perundungan.
Dalam perspektif sosial, situasi tersebut memang kompleks dan bisa jadi dipicu multisebab. Fenomena itu bisa jadi muncul akibat dari penyalahgunaan media sosial sehingga memicu proses alienasi sosial yang kerap kali membuat kekosongan jiwa.
BACA JUGA: Pertarungan Ide di Jakarta: Solusi Cerdas RIDO dan Si Doel untuk Gen Z yang Terimbas PHK!
BACA JUGA: Gen Z yang Tertarik Bertani Cuma 2,14 Persen, KSP Siapkan Program Regenerasi Petani
Akibatnya, gen Z mejadi generasi yang rentan dan mudah menyerah. Mereka kerap menyendiri, meratapi, dan tidak mampu berkomunikasi secara faktual (asosial) dengan lingkungannya.
Gen Z memang generasi unik dan khas. Mereka serba-tidak mau tahu, tidak mau ribet, tidak mau susah, masa bodoh, dan selalu ingin happy. Dalam analogi buah oleh beberapa pakar, generasi itu dinamakan sebagai generasi stroberi, generasi yang imut manis, tetapi rentan, manja, rapuh, dan mudah lecet. Potret generasi yang rentan.
Aneka tekanan dan masalah yang menimpa gen Z kerap membuat meraka tak mampu mengatasi dengan baik. Akhirnya mereka sering memilih jalan pintas. Hal itu sejalan dengan penjelasan Masykur (2022) tentang fenomena instant society syndrome.
BACA JUGA: Buka-bukaan Strategi Merebut Suara Gen Z di Seminar Nasional UPN Veteran Jatim
BACA JUGA: Gen Z Lebih Percaya Media Sosial meskipun Hoax Mengintai, Kira-Kira Kenapa Ya?
Potret masyarakat yang suka memilih jalan pintas tanpa rasionalitas dan tanpa melalui jalan yang benar. Banyak gen Z yang menjadi generasi pragmatis, manja, hedonis, serta lemah tak memiliki ketahanan dan daya juang (resiliensi) kuat.
Situasi darurat dalam penanganan masalah itu seyogianya bisa menjadi refleksi dan early warning kepada semua pihak. Bagaimana kita bersama bisa menemukan formula pendidikan karakter yang relevan guna menguatkan kesehatan mental (mental health) gen Z.
Penguatan karakter dan literasi itu urgen untuk dikerjakan bersama. Melalui upaya terpadu, sinergi, komprehensi, dan berkelanjutan, langkah penyelamatan dan revitalisasi bisa disusun kembali sebelum semuanya terlambat dan memburuk.
BACA JUGA: Gelar Pameran Tunggal Lukisan Mulai Besok, Isabell Roses Wakili Rasa Penasaran Gen Z pada Tempo Dulu
BACA JUGA: Gen Z yang Pemberang