Keadilan bagi Dosen dalam Isu Jurnal Predator

Kamis 24-10-2024,10:35 WIB
Oleh: Meithiana Indrasari*

Apabila jurnal tersebut akhirnya dikategorikan sebagai jurnal predator atau dikeluarkan dari indeks, dosen yang memublikasikan artikelnya di sana akan terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan. Padahal, mereka sendiri tidak memiliki kendali atas situasi tersebut.

JANGAN HAKIMI

Alih-alih menyalahkan dosen atau guru besar atas keterlibatan mereka dengan jurnal predator, lebih baik kita berbicara tentang solusi konkret untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil.

Pertama, meningkatkan literasi publikasi ilmiah. Institusi pendidikan tinggi dan lembaga riset harus lebih proaktif dalam memberikan pelatihan terkait cara mengenali jurnal predator dan apa yang harus diperhatikan saat memilih jurnal untuk publikasi. Literasi publikasi ilmiah harus menjadi bagian penting dari pengembangan karier akademik.

Kedua, pengawasan ketat terhadap penerbit jurnal. Lembaga pengindeks seperti Scopus harus terus meningkatkan proses evaluasi terhadap jurnal yang ingin terdaftar di basis data mereka. Evaluasi yang lebih ketat dan berkala akan membantu mengidentifikasi jurnal predator lebih awal dan mengurangi risiko terjadinya kecurangan dalam publikasi ilmiah.

Ketiga, transparansi dari penerbit jurnal. Penerbit jurnal juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga standar kualitas dan transparansi dalam proses peer-review mereka. Penulis harus diberi informasi yang jelas tentang proses editorial dan bagaimana jurnal tersebut memastikan kualitas publikasinya.

Keempat, penguatan dukungan institusi bagi akademisi. Institusi tempat dosen bekerja juga perlu memberikan dukungan yang lebih besar dalam hal pemilihan jurnal. Fasilitas untuk mengecek reputasi jurnal secara berkala, serta alat untuk memverifikasi kualitas jurnal seperti Scimago Journal Rank (SJR) atau Beall’s List, dapat membantu akademisi dalam membuat keputusan yang lebih tepat.

Publikasi ilmiah bukan hanya soal angka atau indeks, melainkan tentang upaya dan kerja keras akademisi untuk berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan. 

Dalam konteks jurnal predator, penting bagi kita untuk tidak terlalu cepat menyalahkan para dosen dan guru besar yang terjebak dalam situasi ini. 

Mereka juga korban dari sistem yang dinamis dan kadang tidak transparan. Daripada memperburuk situasi dengan generalisasi atau stigma negatif, mari fokus pada solusi yang lebih baik untuk memperbaiki sistem publikasi ilmiah di Indonesia. 

Dengan begitu, bisa melindungi reputasi akademisi sekaligus mendorong kualitas penelitian yang lebih baik di masa mendatang. 

Keadilan harus ditegakkan, tidak hanya di mata publik, tetapi juga dalam dunia akademik. (*)


*)Meithiana Indrasari adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unitomo.-- 

 

Kategori :