BACA JUGA:Puluhan Dosen FISIP Unair Healing ke Luar Negeri, Merevitalisasi Batin dan Semangat Kerja
Jurnal yang keluar dari Scopus tidak berarti hilang begitu saja atau dianggap tidak sah sebagai publikasi. Artikel yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal tersebut masih dapat dikutip, diakses, dan diakui dalam konteks akademik yang lebih luas.
Namun, untuk kepentingan pengajuan angka kredit kum, tentunya publikasi di jurnal yang terhapus dari Scopus tidak bisa dianggap sebagai bagian dari kategori jurnal Scopus. Itu sama dengan publikasi di jurnal-jurnal lain yang tidak terindeks Scopus sejak awal, tetapi tetap valid di berbagai indeks lain seperti SINTA, Google Scholar, dan lainnya.
Meski tidak masuk klasifikasi Scopus, publikasi-publikasi tersebut tetap dihitung dan diakui dalam ekosistem ilmiah.
BACA JUGA:Dilaporkan Polisi, Pasutri Dosen UGM Beri Penjelasan
BACA JUGA:Menilik Fenomena Bisnis Joki dalam Pendidikan Indonesia (2) : Dosen pun Dilanda Dilema…
Oleh karena itu, tidak adil rasanya jika kita menilai seorang dosen hanya berdasar status jurnal setelah artikel tersebut dipublikasikan. Banyak akademisi yang awalnya memilih jurnal yang sah dan bereputasi, tetapi ternyata jurnal tersebut terhapus dari indeks karena masalah internal dari penerbit.
Menyalahkan akademisi atas hal tersebut bukan hanya tidak masuk akal, tetapi juga merusak reputasi mereka tanpa dasar yang kuat.
REPUTASI AKADEMISI
Salah satu kekhawatiran terbesar dari pemberitaan ini adalah adanya kecenderungan generalisasi yang berlebihan. Mengatakan bahwa sebagian besar guru besar di Indonesia pernah terjebak jurnal predator dapat menimbulkan stigma negatif bagi dunia akademik kita. Padahal, tidak semua dosen atau peneliti memiliki nasib yang sama.
Generalisasi itu hanya akan memperburuk citra akademisi di mata publik dan menciptakan kesan bahwa mereka sembarangan dalam memilih jurnal untuk publikasi. Padahal, kebanyakan dosen dan guru besar di Indonesia telah berupaya maksimal untuk menerbitkan karya ilmiahnya di jurnal yang memiliki reputasi baik.
Stigma tersebut tentu sangat merugikan, terutama bagi akademisi yang reputasinya dipertaruhkan dalam dunia akademik internasional.
FAKTOR DINAMIS
Publikasi ilmiah bukanlah proses yang sederhana. Selain membutuhkan waktu yang lama, status jurnal bisa berubah dengan cepat. Misalnya, sebuah jurnal yang awalnya terlihat kredibel bisa mengalami penurunan kualitas karena pengelolaan yang buruk oleh penerbitnya.
Itu sering terjadi tanpa sepengetahuan penulis sehingga mereka tetap beranggapan bahwa jurnal tersebut bereputasi baik saat proses submit berlangsung.
Faktor-faktor dinamis itu membuat dosen atau penulis sering kali berada dalam posisi sulit. Mereka telah mengikuti prosedur yang ada, tetapi hasil akhirnya tidak sesuai harapan.