SURABAYA, HARIAN DISWAY - Gundam: Requiem for Vengeance pertama kali tayang di Netflix pada Oktober tahun ini.
Ini adalah proyek adaptasi Netflix terhadap franchise robot meka asal Jepang yang sudah berusia 40 tahun lebih dengan puluhan seri yang berbeda.
Serial ini hadir dengan konsep 3DCG animasi. Hasil kolaborasi antara Bandai dan Safehouse.
Serial ini mengambil setting perang antara angkatan militer bumi, yakni Earth Federation Forces (EFF) dan Kerajaan Zeon. Setting linimasa ini dikenal dengan main timeline dalam universe Gundam.
Gundam: Requiem for Vengeance berupaya menyajikan kisah dari sudut pandang pihak Zeon yang selama ini kerap diposisikan sebagai antagonis.
Sejak dipromosikan awal tahun lalu, fans Gundam di seluruh dunia menantikan kehadiran seri ini. Apalagi pendekatan yang diambil oleh Netflix terhitung tidak biasa. Alih-alih menjadikan meka Gundam sebagai hero, Gundam digambarkan sebagai mesin perang keji yang menimbulkan kengerian di hati setiap prajurit Zeon.
Sayangnya, eksekusi yang disajikan malah terasa hambar. Banyak fans Gundam merasa kecewa.
Di situs IMDb, serial ini hanya mendapatkan rating 6/10, sementara CBR memberikan raring 5/10.
Pada tampilan awal, Gundam: Requiem for Vengeance terasa seperti proyek ambisius dengan harapan menyuguhkan pengalaman visual yang kuat.
Banyak fans yang menilai kualitas visual yang diberikan justru mengingatkan penonton pada animasi video game pada awal tahun 2000-an.
Animasinya terasa kaku. Layaknya cutscene video game lama. Alur yang disajikan pun tidak memberikan dampak dramatis yang diharapkan.
Dialog-dialog yang diucapkan para karakter terdengar kaku dan tidak menyatu dengan gerak animasi para karakter utamanya. Menjadikan keseluruhan pengalaman audio-visual film itu kurang maksimal.
BACA JUGA:Tip Merawat Gundam Platik ala Just A Toys Ini Bisa Anda Tiru Agar Koleksi Awet
HG Zaku II F Type Solari (RFV) meka utama di Gundam Requiem for Vengeance punya detil bagus, sayang penceritaannya jelek--Netflix