Strategi Kontra-Insurgensi Batalyon Infanteri PDR

Minggu 03-11-2024,17:33 WIB
Oleh: Reza Hasyim Z.S. dan Probo D.Y

MARKAS BESAR TNI awal bulan lalu (3 Oktober 2024) meresmikan lima batalyon infanteri Penyangga Daerah Rawan (PDR). Komposisinya sebagai berikut. 

Pertama, di Papua ada dua, yakni 801 Duga Adiyatama Yudha di Keerom dan 802 Wimanimambejaya di Sarmi. 

Kedua, di Papua Selatan juga ada dua, yaitu 803 Ksatria Yudha Kensuwiri di Boven Digoel dan 804 Dharma Bakti Asasta Yudha di Merauke. 

Ketiga, di Papua Barat Daya ada satu: 805 Ksatria Satya Waninggap di Sorong. 

Tujuan pembentukan secara khusus batalyon infanteri (yonif) itu termasuk mengawal program ketahanan pangan Presiden Prabowo Subianto yang telah dilantik minggu ini secara spesifik di pedalaman Papua selain fungsi utamanya untuk menjaga keamanan masyarakat secara permanen dari serangan gerakan separatisme OPM.

LIMA ASPEK PERHATIAN KHUSUS MABES TNI

Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan pemerintah dalam penempatan pasukan-pasukan TNI di wilayah yang terisolasi dan berdampak pada makin besarnya operasional TNI. 

Pertama, pembengkakan jumlah personel yang berarti Mabes TNI perlu menganggarkan biaya yang tidak sedikit untuk logistik pasukannya. 

Mulanya, kuantitas jumlah personel TNI di wilayah Papua hanya pada satgas penjaga perbatasan dan penegakan hukum yang secara rutin dilakukan rotasi penugasan. Saat ini tentu biaya logistik kian meningkat seiring banyaknya pasukan yang akan bertugas dalam unit-unit pasukan itu.

Kedua, satuan yang sedianya bertugas di Papua seyogianya dapat memperhatikan pendekatan yang distingtif pada masyarakat: selain meningkatkan ketahanan pangan, satuan-satuan baru itu harus tampil humanis dengan tetap menjaga kewaspadaan di tengah potensi serangan OPM yang sampai saat ini sulit untuk dideteksi. 

Belum lagi logistik yang cukup kompleks karena air bersih untuk minum, listrik, internet, pangan, sinyal radio, medis, serta amunisi masih menjadi pekerjaan rumah mahaberat, baik dari TNI maupun TNI-AD, untuk menopang kebutuhan PDR. 

Komunikasi dengan pusat maupun Kodam Cenderawasih dan Kodam Kasuari sangat diutamakan selain koordinasi cepat untuk mengatasi konvoi kendaraan dari pasukan suatu saat terlibat baku tembak dengan OPM. 

Ketiga, tantangan dari pembentukan yonif-yonif PDR itu adalah pertanyaan besar terhadap pendekatan teritorialisme. Konsep wehrkreise atau kantong pertahanan sudah tidak lagi relevan. Sebab, fleksibilitas dari pasukan OPM dan zonasi yang telah usang ditinggalkan oleh sebagian besar militer di dunia. 

Sama halnya dengan sepak bola, zona marking bergeser menjadi man-to-man marking, menjaga wilayah berubah menjadi menjaga ”orangnya.” 

Pendekatan lebih terfokus dan efisien sekaligus mempersempit ruang gerak dari OPM yang makin lama semestinya dapat dilokalisasi meskipun sementara ini masih bersembunyi di balik perlindungan dari warga-warga sipil Papua yang dapat dipengaruhi kelompok separatis tersebut.

Kategori :