Setiap elemen detail, mulai dari wig, riasan wajah, hingga aksesori dibuat dengan penuh ketelitian. Tidak jarang, cosplayer harus belajar menjahit atau membuat peralatan sendiri demi mendapatkan tampilan yang maksimal.
BACA JUGA: Komunitas Cosplay Jabar Gabung Gaspoll Bro Siang Menangkan Prabowo-Gibran
Berbagai karakter dari komik diperankan oleh para cosplayer--wired.com
Kostum untuk karakter tertentu bisa memakan waktu berbulan-bulan untuk disiapkan, belum lagi jika memerlukan teknik khusus seperti armor atau prostetik. Namun, di balik kemeriahan itu, cosplay juga menghadapi kritik.
Salah satu kritik yang sering muncul adalah mengenai objektifikasi tubuh, terutama bagi karakter yang memiliki kostum minim. Di sisi lain, ada juga perdebatan seputar "whitewashing" atau "blackface," saat cosplayer dari latar belakang berbeda.
Mereka memainkan karakter dengan ras tertentu. Meski demikian, komunitas cosplay umumnya mendukung inklusivitas dan menghargai setiap orang yang ingin berkarya melalui cosplay, apapun latar belakang mereka.
BACA JUGA: Sinopsis Film Look Back, Anime Kisah Cinta Dua Pelukis Komik
Seiring dengan perkembangan budaya pop, cosplay diyakini akan terus tumbuh. Dengan semakin banyaknya platform yang memberikan ruang bagi cosplayer untuk berkarya, tidak sedikit yang menjadikan hobi ini sebagai profesi.
Ke depannya cosplay mungkin tidak hanya berhenti di acara-acara konvensi, tetapi juga merambah ke film, iklan, bahkan dunia pendidikan – sebagai sarana kreatif untuk mengenalkan sejarah atau ilmu pengetahuan melalui karakter-karakter fiksi.
Kini, cosplay tidak hanya tentang memerankan karakter, tapi juga tentang menghargai karya seni dan kebebasan berekspresi.Ini adalah jendela bagi para penggemar untuk masuk dan hidup di dunia yang mereka kagumi.
BACA JUGA: 4 Anime Bertema Seni yang Menggugah, dari Perjuangan hingga Refleksi Diri
Selama ada karakter yang bisa menginspirasi, cosplay akan terus berkembang sebagai bentuk apresiasi budaya pop dan wadah kreativitas tanpa batas. (*)