Mandi Susu

Selasa 12-11-2024,11:33 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

Dengan program tersebut, mereka bisa berharap agar hasil perah sapinya makin gampang terserap pasar. Karena permintaannya bertambah, tinggal kekurangannya dipenuhi lewat impor. Atau, dengan menambah jumlah peternak dalam negeri.

Tapi, selalu saja kita belum terbiasa untuk bekerja secara sinergi. Antara kementerian dan lembaga negara. Belum adanya kebiasaan bekerja sinergi plus kebiasaan membuat kebijakan parsial itu, kasus protes dengan mandi susu bisa terjadi. 

Kebijakan parsial bisa saja terjadi karena paradigma kebijakan yang hanya berbasis perhitungan pasok dan permintaan. Paradigma bisnis murni: setiap ada peningkatan permintaan bisa diselesaikan dengan pendekatan dagang. Dengan beli barang.

Padahal, untuk komoditas yang telah menjadi penghidupan sebagian besar penduduk kita, seharusnya menggunakan pendekatan produktivitas. Bagaimana memenuhi kebutuhan dengan cara meningkatkan produktivitas dalam negeri. Pendekatan itu ”mamaksa” kita untuk selalu memikirkan banyak pihak.

Memang pendekatan dagang tidak perlu banyak menguras pikiran. Setiap permintaan baru cukup dipenuhi dengan mengambil barang dari mana saja. Apalagi kalau terjadi disparitas harga karena perbedaan biaya produksi dengan petani dan peternak di luar negeri.

Namun, pendekatan itu telah terbukti selalu membawa korban. Mereka adalah para petani dan peternak kecil. Begitu menjadi korban, mereka langsung terdampak. Jumlah penduduk miskin pun bertambah. Apakah kita akan terus-menerus berbuat demikian?

Tampaknya, Presiden Prabowo perlu kembali mengerahkan para pemikirnya. Untuk selalau melahirkan kebijakan yang tidak parsial dan merugikan sebagian besar kelompok rentan masyarakat kita. Seperti tekad beliau untuk mewujudkan swasembada pangan dalam jangka waktu 4 sampai 5 tahun mendatang.

Di banyak negara maju, petani dan peternak selalu mendapatkan perlindungan negara. Bukan malah selalu menjadi pihak yang dikorbankan. Pak Presiden Prabowo telah punya tekad memperbaiki ekosistem ketahanan pangan kita. Sayang, tekad itu belum terwujud dalam kebijakan di lapangan.

Alangkah indahnya jika peristiwa mandi susu itu menjadi pelajaran pertama. Bagi para pembantu presiden yang bertanggung jawab untuk menjabarkan tekad presiden dalam kebijakan-kebijakan turunannya. Demi mewujudkan cita-cita swasembada yang telah diungkapkan.

Saya pernah melakukan penelitian untuk kepentingan disertasi doktor saya di Universitas Brawijaya. Salah satunya, produktivitas komoditas pertanian kita merosot karena tidak sinkronya antara rezim importasi dan kapasitas produksi nasional kita.

Dan, semua itu bersumber dari kebijakan pertanian dan peternakan kita yang berjalan sendiri-sendiri. Dan, itu masih menjadi persoalan akut sejak zaman reformasi. Dan, itu selalu berulang meski pemerintahan selalu berganti sampai 6 kali pemilu hingga kini. 

Kapan kira-kira kita mulai serius menghitung nasib petani dan peternak kecil kita? Biar tidak selalu menjadi ”korban” kebijakan pemerintahan yang telah dipilihnya. Tugas negara tak hanya memenuhi pasokan, tapi juga menciptakan ekosistem pangan yang melindungi semua pihak. Apalagi, para petani yang selama ini kurang perhatian. (*)

 

Kategori :