Dalam relaksasi, pengemudi mempelajari teknik pernapasan dalam dan teknik relaksasi dasar lainnya.
Dalam kondisi terapi kognitif-relaksasi, pengemudi mempelajari teknik relaksasi serta strategi perubahan kognitif.
Kedua kelompok melatih keterampilan untuk mengendalikan kemarahan mereka dengan lebih baik sambil memvisualisasikan situasi mengemudi yang membuat frustrasi. Misalnya, ada seseorang yang memotong jalur mereka di jalan raya.
Setelah latihan, mereka melatih keterampilan itu saat benar-benar mengemudi di jalan raya.
Deffenbacher menemukan bahwa kedua intervensi tersebut sama-sama efektif dalam mengendalikan amarah di jalan. Keduanya (teknik kognitif dan relaksasi) tidak dapat sepenuhnya meredakan amarah pengemudi, tetapi berhasil mengurangi frekuensi dan intensitasnya.
Terlebih, beberapa penelitian menemukan bahwa setahun setelah terapi, orang-orang tetap dapat mengendalikan amarah mereka dengan baik seperti yang mereka lakukan segera setelah perawatan dan pada tindak lanjut satu bulan.
Di Indonesia hal itu belum pernah diriset, apalagi solusinya. Mungkin sekarang perlu hal itu. (*)