BACA JUGA:Susunan Upacara Hari Guru Nasional 2024 Resmi dari Kemendikdasmen
Kini yang diharapkan dari pemerintahan yang baru adalah menunaikan janji politik. Biasanya janji politik untuk menyejahterakan guru itu disampaikan bersamaan dengan layanan program pendidikan dan kesehatan gratis-tis.
Harus diakui, janji politik untuk menyelenggarakan pendidikan gratis-tis tergolong yang paling sulit direalisasikan. Yang terjadi di lapangan justru fenomena komersialisasi pendidikan. Fenomena itu umumnya berlaku di lembaga pendidikan negeri dan swasta berkategori besar dan mapan dengan segudang prestasi.
Biaya pendidikan di sekolah berkategori tersebut tentu terlampau mahal. Dampaknya, tidak semua kelompok masyarakat memiliki kesempatan untuk menikmati layanan pendidikan yang bermutu.
BACA JUGA:Tema dan Filosofi Logo Hari Guru Nasional 2024 yang Diperingati Setiap 25 November
BACA JUGA:HUT Guru atau HUT PGRI 2024 Diperingati Tanggal Berapa? Ini Informasi Lengkapnya!
Kita tentu tidak menginginkan nasib janji politik menyejahterakan guru sama dengan janji pendidikan gratis-tis. Karena itulah, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan penyelenggara pendidikan swasta penting duduk bersama untuk mencari skema yang memungkinkan para guru hidup lebih sejahtera.
Namun, sejujurnya, sejauh ini kita layak berbangga dengan pengabdian luar biasa para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut.
Meski bergaji kecil, mereka tetap mendidik dengan sepenuh hati.
Semangat mengabdi tanpa batas para guru itu muncul karena ada keyakinan bahwa mendidik tidak sekadar bekerja, tetapi juga beribadah. Dalam perspektif perundang-undangan, posisi guru tidak dapat disamakan dengan buruh. Guru merupakan jabatan profesi sehingga tidak dapat dijalani semua orang.
BACA JUGA:10 Ide Kreatif Rayakan Hari Guru Nasional 25 November
BACA JUGA:Hari Guru Nasional 2024, Usung Tema Guru Hebat, Indonesia Kuat
Seseorang yang ingin berprofesi sebagai guru disyaratkan memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial (UU Nomor 14 Tahun 2005).
Tegasnya, untuk menjadi guru, seseorang tidak boleh hanya bermodal kemauan dan kepintaran. Guru dituntut untuk menampilkan diri seutuhnya sebagai pendidik. Tutur kata dan perilaku guru benar-benar harus dapat digugu dan ditiru.
Pada konteks itulah, guru harus menghadirkan keteladanan bagi peserta didiknya. Bahkan, untuk menjadi pendidik profesional, guru harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG).
BACA JUGA:Guru Supriyani Dituntut Bebas