Lalu gagalnya eksplorasi sumur di Gunung Slamet yang menyebabkan tercemarnya sejumlah sungai dan mata air yang menyebabkan pertanian juga mati di tahun 2018.
"Ada juga proyek di Mataloko, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami kebocoran saat pengeboran sejak 20 tahun lalu dan membuat lahan pertanian sekitar mati dan tak produktif lagi. Lalu hal itu mau diulang lagi atau bagaimana?," tegasnya.
BACA JUGA: BMKG Peringatkan Darurat La Nina, Waspadai Cuaca Ekstrem di Indonesia hingga April 2025
BACA JUGA: Surabaya Waspada! Cuaca Ekstrem Berlangsung hingga Januari 2025
Maka dari itu, ia menolak keras adanya pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di manapun. Karena dari beberapa temuannya juga, ia mengatakan bahwa titik panas bumi tidak akan selamanya berada di titik itu.
Ada yang perlahan hilang atau bahkan tiba-tiba tidak ada lagi. Hal itu yang menjadi kekhawatirannya. "Yang artinya proyek gheotermal ini akan terus mengeksplor dan mengebor ke berbagai titik,"katanya.
"Dari pengeboran itulah akan berdampak terjadinya tanah longsor serta banjir karena ahli fungsi lahan," paparnya. Apalagi jika melihat kondisi antara Kota Batu, Kabupaten Pasuruan dan Mojokerto.
Yang mana belum ada gheotermal saja sudah sering mengalami banjir serta longsor ketika curah hujan tinggi. "Lalu apa kabar kalau proyek yang banyak memakan anggaran ini jadi direalisasikan," katanya.
BACA JUGA: 1.156 TPS di Surabaya Terindikasi Rawan, Mulai Ancaman Bencana hingga Intimidasi
"Maka yang jadi pertanyaan, gheotermal ini untuk kepentingan siapa jika akhirnya hanya merusak lingkungan," tutupnya. (*)