Rupiah Diprediksi Akan Kembali Menguat

Senin 16-12-2024,13:40 WIB
Reporter : Michael Fredy Jacob
Editor : Noor Arief Prasetyo

“Kondisi tersebut menciptakan tekanan tambahan pada rupiah. Karena kebutuhan akan mata uang asing meningkat. Karena, kalau impor lebih tinggi ketimbang ekspor, artinya kita lebih banyak menggunakan mata uang asing,” bebernya.

Saat ini, menurutnya, Indonesia masih bergantung pada impor. Berdasar data Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, nilai impor Indonesia di Oktober 2024 sebesar USD 21,9 juta atau Rp 351,7 juta.

Ia pun yakin dengan neraca perdagangan yang positif dan inflasi yang terjaga, nilai rupiah akan terus menguat. “Kondisi yang terjadi di Indonesia sekarang, harusnya perlahan rupiah ini bisa kembali ke level Rp 14 ribu. Bahkan bisa Rp 13 atau 12 ribu,” ucapnya.

Hal yang sama juga dikatakan Akhmad Jayadi, pengamat ekonomi dari Unair. Faktor lain yang mempengaruhi lemahnya mata uang rupiah adalah harga dunia. “Harga dunia yang dimaksud adalah negara yang memiliki ekonomi kuat. Salah satunya Amerika,” terangnya.


RUPIAH masih bertahan di atas Rp 16 ribu per dolar. Perlu stimulus agar terus menguat.-Boy Slamet-

Di sisi lain, untuk meningkatkan nilai mata uang salah satunya adalah nilai ekspor yang terus meningkat. Berdasar data Kemendag RI, nilai ekspor RI sebesar USD 24,4 juta atau Rp 391,5 juta di Oktober 2024.

“Angka ekspor kita masih lebih tinggi dari impor. Artinya, banyak negara lain yang membeli barang di Indonesia. Banyak uang yang masuk ke Indonesia. Devisa pasti naik. Perlahan, nilai mata uang pasti akan menguat,” bebernya.

Hanya saja, kondisi ini tidak akan berlangsung lama. Karena, ia menjelaskan, ekspor tinggi, devisa naik, negara lain menganggap barang di Indonesia mahal. Karena rupiah menguat. Dampaknya, ekspor menurun dan rupiah akan kembali melemah.

“Jadi akan berputar seperti itu terus. Tadi, saya baca beberapa artikel, kondisi ini akan terjadi beberapa puluh bulan ke depan. Tetapi, akan diperparah ketika ekspor menurun dan kinerja impor malah naik. Itu akan lebih menekan rupiah,” ucapnya.

Saat ini menurutnya, Indonesia sedang diuntungkan kondisi Indonesia sebagai pemain kunci di sektor pertambangan. Khususnya nikel. Kinerjanya setiap tahun terus naik. “Tetapi, nikel juga kan bukan menjadi sektor mayoritas di Indonesia,” terangnya.

Menurutnya, ekspor mayoritas dari Indonesia masih pertanian. Sayangnya, di sektor ini tidak bisa elastis untuk pasar dunia. Sehingga, walaupun harganya turun, tidak akan berpengaruh signifikan. (*)

 

Kategori :