Ke(tidak)arifan Elite Bangsa

Rabu 18-12-2024,13:00 WIB
Oleh: Sarkawi B. Husain*

BACA JUGA:Gus Miftah dan Fenomena Cancel Culture

Menjadi elite adalah sebuah karunia. Tidak banyak orang yang diberkahi kesuksesan entah karena  faktor geneologi, ekonomi, pendidikan, ataupun agama. 

Dalam literatur klasik misalnya, disebutkan bahwa elite melingkupi semua pemegang kekuasaan dalam sebuah bangunan politik. 

Mereka merupakan orang-orang yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat, yang ditandai dengan kepemilikan kekuasaan, kekayaan, dan kehormatan (Harold Laswell).

BACA JUGA:Gus Miftah: Goblok

BACA JUGA:Sambil Menangis, Sunhaji Pedagang Es Teh Minta Prabowo Tolak Pengunduran Diri Gus Miftah

Menurut Vilfredo Pareto (1848–1923) dan Gaetano Mosca (1858–1941) dalam bukunya, The Mind and Society,  masyarakat terbagi dalam dua lapisan. Pertama,  A higher stratum, the elitee. Kelompok itu dibagi atas dua, a) a governing elitee, dan b) a non governing elitee

Kedua, A Lower Stratum, the non elitee.

Untuk mencapai status sebagi elite, terdapat paling tidak lima hal yang menjadi faktornya. Yakni, (1) sistem poltik; (2) pendidikan formal; (3)  geneologis; (4) ”reputasi sosial” dengan kombinasi pengalaman dan pengetahuan agama; dan (5) kekayaan yang di milikinya, termasuk kekayaan keluarganya. 

Miftah adalah elite yang tercipta dari kombinasi berbagai faktor tersebut.

BACA JUGA:Willie Salim Donasi Rp 100 Juta untuk Penjual Es Teh Viral yang Dihina Gus Miftah

BACA JUGA:Gus Miftah Mundur dari Jabatan Utusan Khusus Presiden

Mengingat sulitnya mencapai posisi elite, dalam struktur masyarakat tampak seperti piramida di mana posisi puncak diduduki para elite, dan jumlahnya terbatas. Sebaliknya, posisi massa atau masyarakat menempati posisi yang paling di bawah dengan jumlah yang banyak.

Oleh karena itu, mereka yang menduduki posisi tersebut semestinya menjadi sumber keteladanan dan kearifan. 

Mereka seharusnya menjadi mata air kesejukan di tengah gersangnya dan mulai memudarnya rasa persaudaraan dan saling menghargai di antara berbagai kelompok masyarakat.

Pertanyaannya, mengapa elite kita begitu mudah menjadi ”biang kerok” kegaduhan. Beberapa hal bisa jadi menjadi penyebab persoalan itu. Pertama, mereka tidak belajar pada sejarah. Presiden Soekarno sudah mengingatkan kita agar jangan meninggalkan sejarah atau ”jasmerah”. 

Kategori :