Ke(tidak)arifan Elite Bangsa
ILUSTRASI Ke(tidak)arifan Elite Bangsa. Gus Miftah sebagai elite bangsa dianggap mengolok-olok Sunhaji sang penjual es teh.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
SETELAH RAMAI pemberitaan atas ucapan Miftah Maulana Habiburrahman saat memberikan tausiah di pengajian akbar Magelang yang dianggap mengolok-olok Sunhaji sang pedagang teh, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan itu mengundurkan diri. Apa yang menjadi pelajaran buat bangsa ini?
Itulah akhir dari puncak gelombang protes atas ”penghinaan” Miftah terhadap Sunhaji. Sebelumnya semua platform dunia maya dan dunia cetak tidak luput dari pemberitaan tentang masalah itu.
Beberapa tokoh agama dan politik pun menyempatkan diri mengomentari atas masalah tersebut. Bahkan, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim turut mengungkapkan keheranannya terhadap sikap pemuka agama yang punya panggilan karib Gus Miftah itu.
BACA JUGA:Reuni dan Romantisme Politik: Demi Masa Depan Bangsa?
BACA JUGA:Akrobatik Politik dan Politik Kebangsaan
Kasus tersebut mengingatkan kita pada gelombang protes pada 2018 atas puisi Ibu Indonesia yang dibacakan Sukmawati Soekarnoputri dalam ajang Indonesia Fashion Week 2018 di JCC Jakarta.
Walaupun Sukmawati saat itu sudah meminta maaf dalam konferensi pers yang dihadiri putri bungsu mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta, beberapa lembaga yang melaporkannya ke Bareskrim belum mau mencabut laporan.
Sejurus dengan hal itu, kasus Miftah mengingatkan kita saat pilkada gubernur DKI Jakarta. Saat itu energi sebagian masyarakat terkuras oleh polemik penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Lantas, muncul lagi luka baru yang dilakukan seorang yang terhormat dan dihormati.
BACA JUGA:Bekerja Sama demi Peremajaan Bangsa, Tegas Wujudkan Reunifikasi Nasional
BACA JUGA:Keluarga sebagai Pilar Etika Bangsa
Sangat disayangkan, sumber kegaduhan tersebut justru berasal dari para elite bangsa yang seharusnya menjadi penyejuk suasana berbangsa dan bernegara. Tidaklah keliru jika sebagian masyarakat menilai bahwa biang kerok kegaduhan berasal dari para elite. Bukan dari masyarakar biasa.
ELITE DAN HILANGNYA KEARIFAN
Menjadi elite adalah sebuah karunia. Tidak banyak orang yang diberkahi kesuksesan entah karena faktor geneologi, ekonomi, pendidikan, ataupun agama. Dalam literatur klasik, misalnya, disebutkan bahwa elite melingkupi semua pemegang kekuasaan dalam sebuah bangunan politik.
Mereka merupakan orang-orang yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat, yang ditandai dengan kepemilikan kekuasaan, kekayaan, dan kehormatan (Harold Laswell).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: