Namun, pertumbuhan tersebut tetap rentan terhadap faktor eksternal seperti fluktuasi harga komoditas global dan ketidakpastian ekonomi internasional. Faktor internal seperti kualitas sumber daya manusia dan efektivitas kebijakan pemerintah juga akan memainkan peran penting dalam mengarungi tahun 2025.
Seakan menggarisbawahi proyeksi Bank Dunia dan IMF, Gubernur BI Perry Warjiyo –dalam satu kesempatan Rapat Kerja Komisi XI DPR RI Juni 2024, tentang pembahasan asumsi dasar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025– menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia berada di kisaran 4,8–5,6 persen pada 2025.
Untuk asumsi makro 2025, BI juga memandang rata-rata nilai tukar rupiah berada di rentang Rp 15.300 sampai Rp 15.700 per dolar AS. Sedangkan inflasi nasional diperkirakan berkisar 1,5–3,5 persen.
BACA JUGA:Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sesuai Proyeksi
Asumsi makro 2025 tersebut didasarkan atas lima risiko utama yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional, nilai tukar rupiah, dan inflasi dalam negeri.
Lima risiko tersebut adalah pertumbuhan ekonomi global yang melambat, harga komoditas yang bergejolak, suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) Fed Funds Rate (FFR) yang bertahan di level tinggi untuk waktu yang lama (higher for longer), dolar AS yang masih kuat, dan inflasi global yang turun sangat lambat.
MENCERMATI FAKTOR DETERMINAN
Menuju 2025, sasaran pembangunan ekonomi Indonesia, antara lain, peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kemiskinan, dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah.
Namun, tantangan global seperti ketidakpastian geopolitik dan fluktuasi pasar global tetap menjadi perhatian. Untuk menghadapinya, kebijakan fiskal dan moneter seyogianya diarahkan agar tetap dalam kehati-hatian (prudent) dan responsif terhadap dinamika eksternal.
Selain itu, penguatan daya beli masyarakat melalui program stimulus sosial dan penciptaan lapangan kerja di sektor produktif juga menjadi fokus utama.
Dengan pendekatan tersebut, diharapkan Indonesia tidak hanya menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tetapi juga meningkatkan daya saing di kancah global.
Jika tahun 2024 menjadi saksi gejolak besar di pasar global yang didorong faktor politik dan ekonomi dari berbagai belahan dunia, memasuki tahun 2025 akan ditandai dengan kian menguatnya rivalitas perang dagang dengan penerapan entry barrier.
Yakni, pemberlakuan bea masuk yang amat tinggi dan fragmentasi ekonomi global ke dalam sejumlah kelompok kaukus ekonomi.
Sejumlah indikator yang menjadi tantangan global adalah, pertama, naiknya Donald Trump ke tampuk kekuasaan menandai makin proteksionisnya pasar AS terhadap lawan dagang.
Kebijakan Trump yang pro pertumbuhan pasar domestik, seperti pemotongan pajak korporasi dan tarif impor, diprediksi akan menekan perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ekonomi AS yang tumbuh kuat akan memicu arus keluar portofolio dari pasar negara berkembang sehingga menciptakan tekanan pada neraca pembayaran Indonesia.