Refleksi tentang Hubungan Indonesia dengan Tiongkok (1): Mozaik Peradaban Manusia dan Budaya

Senin 23-06-2025,09:00 WIB
Reporter : Dion Yulianto*
Editor : Heti Palestina Yunani

BACA JUGA:Moderasi Beragama Kunci Harmoni dan Perdamaian di Tengah Keberagaman

Selain Kediri, jejak muhibah para pelancong dari Tionghoa juga masih dapat dilihat di kota-kota pesisir, di antaranya Semarang, Medan, Pekalongan, Cirebon, dan Jakarta. Di kota-kota ini kita masih bisa menemukan jejak-jejak kuliner, religi, hingga arsitektur bangunan yang masih kental dengan tradisi Tionghoa, tentu saja setelah mengalami penyesuaian dengan selera lokal. 

Akulturasi ini telah menyatu sedemikian lengket hingga menghasilkan sebuah produk yang unik dan tidak ditemukan di tempat lain—termasuk di negara asal tempat makanan itu berasal. 

Dalam buku yang sama yang banyak membahas kentalnya pengaruh kuliner Tionghoa dalam menu kuliner Nusantara ini, Aji ‘Chen’ Bromokusumo et.al. menyebut sejumlah makanan khas lokal yang ternyata merupakan makanan hasil akulturasi. Contohnya kue lapis legit dan es puter. Keduanya merupakan hasil olah kreatif orang Tionghoa dan Nusantara untuk membuat santapan Eropa bisa diterima oleh lidah Asia.

BACA JUGA:Hari Musik Nasional dan Ambisi Global: Indonesian Wave dan K-Pop?

Demikian juga dengan kebudayaan khas Indonesia yang turut mendapatkan perhatian dari rakyat Tiongkok dewasa ini. Lewat pencarian di internet dan aplikasi media sosial, kita bisa dengan mudah menemukan semarak pertunjukan seni gamelan dan pameran kain batik dalam sejumlah festival budaya yang ramai diadakan di kota-kota besar seperti di Shanghai dan Beijing,

Dari segi ekonomi, tercatat angka perdagangan di antara kedua bangsa yang mencapai ratusan miliar dolar AS serta investasi di bidang teknologi hijau serta digital oleh Tiongkok ke Indonesia. Sebuah bukti bahwa kedua negara tidak hanya saling menghormati masa lalu, tetapi berjalan beriringan menuju masa depan. 


Bendera Indonesia dan Tiongkok berdiri berdampingan, simbol kerja sama erat di bidang ekonomi, teknologi hijau, dan masa depan berkelanjutan. --

Jumlah kunjungan wisata dari Tiongkok pun terus menunjukkan angka yang menggembirakan setiap tahun. Data 2024 menunjukkan setidaknya ada lebih dari 1,1 juta jiwa wisatawan dari Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia (hal. x). 

BACA JUGA:Rumah Gemah Ripah dan Upaya Menumbuhkan Budaya Apresiasi

Untuk memudahkan dan semakin memperlancar arus wisatawan dari kedua negara, saat ini bahkan sudah terdapat 13 maskapai penerbangan yang menghubungkan kota-kota di Tiongkok dengan Indonesia (hal. x). 

Di media sosial, sudah jamak kita jumpai “turis-turis Douyin” (merujuk pada wisatawan yang aktif menggunakan aplikasi Douyin untuk mencari informasi, merencanakan perjalanan, atau berbagi pengalaman wisata mereka di Tiongkok) membanjiri objek wisata Gunung Bromo dan Tengger di Jawa Timur. 

Peran Tiongkok dalam bidang politik bangsa ini juga tidak kalah hebatnya. Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai turut hadir dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) yang digelar di Bandung pada 18–25 April 1955. Ini menjadi bentuk dukungan langsung terhadap upaya pengimbangan dominasi politik negara-negara barat di tingkat lokal maupun global.

BACA JUGA: Generasi Z dan Krisis Makna: Hidup dalam Pusaran Scroll Tak Berujung

Kehadiran Tiongkok di KAA menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kesamaan visi dengan Tiongkok untuk mewujudkan keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan yang merata bagi tatanan dunia. 

Dukungan yang lebih lanjut ditunjukkan ketika Indonesia resmi bergabung dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa) pada 6 Januari 2025. Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS sekali lagi menguatkan Indonesia untuk lebih dekat dengan Tiongkok. 

Kategori :