Generasi Z dan Krisis Makna: Hidup dalam Pusaran Scroll Tak Berujung

Generasi Z tenggelam dalam budaya scroll tanpa henti, kehilangan makna hidup di tengah konsumsi konten instan yang memabukkan dan melelahkan. --iStockphoto
HARIAN DISWAY - Scroll, like, share, repeat menjadi ritual harian yang terus dilakukan oleh Generasi Z yang secara perlahan menggerus makna hidup. Bangun tidur, buka Tik-Tok; bosan, buka Instagram; gelisah, buka YouTube.
Di balik layar ponsel yang terang itu, jutaan anak muda terjebak dalam siklus konsumsi konten yang tak berujung, menggulir demi menggulir, seolah-olah mencari sesuatu yang pada akhirnya hanya menemukan kelelahan.
Saat ini Layar ponsel telah menjadi jendela dunia, akan tetapi hal tersebut juga dapat menjadi penjara bagi pikiran siapapun yang haus akan arti.
Mengutip data dari Global Overview Report oleh We Are Social (2024), disebutkan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan sekitar 7 jam 38 menit per hari waktu mereka untuk bergulir di internet dengan media sosial menjadi sebuah layanan yang paling sering diakses.
BACA JUGA: Doomscrolling: Maraknya Informasi Negatif di Media Sosial, Picu Gangguan Mental
BACA JUGA: 5 Alasan Utama Gen Z Mengandalkan ChatGPT untuk Curhat
Talker Research pada akhir 2024 menyebutkan bahwa Generasi Z paling sering menggunakan platform media sosial, 81 persen dari mereka lebih sering mengakses Instagram, 70 persen TikTok, dan 69 persen YouTube. Ketiga platform tersebut menjadi platform yang dominan dan menunjukkan bahwa Gen Z lebih menyukai short content.
Sementara itu, 49% dari Gen Z memilih Facebook yang dinilai masih cukup populer dan X (Twitter) memiliki persentase pengguna sebesar 41%. Media sosial, yang seharusnya menjadi alat koneksi dan pembelajaran, justru menjerumuskan Generasi Z ke dalam siklus konsumsi konten tanpa ujung—menawarkan kepuasan instan, tetapi meninggalkan kekosongan batin.
Lantas apa yang sebenarnya kita cari di balik setiap scroll? Apakah sekadar pelarian dari kecemasan, atau justru kita sedang kehilangan pegangan hidup di tengah pusaran scroll konten sosial media yang tak berujung?
BACA JUGA: Perbedaan Gaya Konsumsi Media: TikTok bagi Gen Z, Instagram bagi Milenial
Jeratan Doomscrolling
Sebagian besar generasi Z tumbuh dalam pusaran doomscrolling, kebiasaan menggulir konten tanpa henti walaupun mengetahui hal tersebut merugikan. Doomscrolling menjadi sangat mengakar dan memberikan dampak yang besar pada Gen Z karena mereka lahir dan tumbuh di era yang serba digital, segala bentuk informasi sangat mudah untuk diakses melalui media sosial.
Platform-platform media sosial didukung oleh algoritma cerdas, tentu dirancang bukan hanya untuk menarik perhatian, akan tetapi juga untuk menciptakan ketergantungan melalui infinite scrolling dan sensasi dopamin sesaat yang sangat sulit dipuaskan. Siklus dopamine yang terus berlanjut, notifikasi yang terus muncul tak ada habisnya, dan scroll konten yang seolah tak berujung membuat pengguna sulit untuk berhenti.
Dampak dari hal tersebut jelas terlihat mulai dari otak yang terus terstimulasi tanpa adanya jeda, rentang perhatian yang drastis menyusut, dan kecemasan sosial yang meningkat ketika terus membandingkan hidup sendiri dengan aspek terpenting kehidupan orang lain yang ditampilkan di sosial media.
BACA JUGA: 7 Kebiasaan Buruk yang Harus Ditinggalkan Gen Z agar Fisik dan Mental Lebih Sehat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: