Lewat Prosa Liris Alelopati, Stebby Julionatan Ajak Pembaca Pahami Ulang Arti Pembangunan dalam Ranah Ekologi

Senin 25-08-2025,15:10 WIB
Reporter : Heti Palestina Yunani
Editor : Heti Palestina Yunani

Dengan begitu, pembaca akan menemukan bagaimana jalan tol di Jakarta, misalnya, bisa dibaca dalam kacamata “tumbuhan raksasa” yang menutupi cahaya bagi tanaman kecil di sekitarnya.

Buku ini juga relevan dengan kehidupan kota besar, terutama Jakarta, tempat Stebby kini bermukim. Dari balik hiruk pikuk ibu kota, ia melihat dengan jernih bagaimana pembangunan sering kali hanya menguntungkan sebagian kalangan.

Jalan-jalan lebar, gedung-gedung tinggi, dan akses transportasi modern hanya bisa dinikmati oleh kelompok tertentu, sementara warga lain masih bergulat dengan banjir, macet, atau akses yang terbatas pada layanan dasar.

BACA JUGA: Unggahan Instagram Terakhir dan Last Rites, Buku Memoar Mendiang Ozzy Osbourne

Sebagai orang Jawa Timur, Stebby tak lupa membawa pengalaman lokalnya sebagai latar sekaligus cermin. Kota kecil dengan kekayaan alam dan budaya, tapi sering luput dari pusat perhatian pembangunan nasional.

Dari situlah ia belajar melihat bagaimana ekologi sosial bekerja: siapa yang mendapat cahaya, siapa yang terhalang, dan siapa yang justru harus tumbuh melawan kerasnya keadaan.

Alelopati makin berbeda karena keengganannya untuk jatuh pada pesimisme. Justru, buku ini membuka ruang bagi harapan.

Sama seperti ekosistem yang seimbang hanya bisa tercapai ketika tumbuhan saling mendukung, Stebby percaya pembangunan yang adil hanya mungkin terwujud ketika masyarakat dan negara mengakui perbedaan dan memberi ruang tumbuh bagi semua.
Sebagai orang Jawa Timur, Stebby Julionatan tak lupa membawa pengalaman lokalnya sebagai latar sekaligus cermin dalam Alelopati. -Stebby Julionatan-

BACA JUGA: Mengupas Buku Biografi B.J. Habibie: Dari Parepare, Jerman, hingga Istana Negara

Bagi yang terbiasa dengan wacana pembangunan ala pemerintah, Alelopati bisa jadi terasa asing. Tetapi justru di situlah letak kekuatannya: ia tidak mengulang jargon lama, melainkan memberi bahasa baru untuk membicarakan persoalan yang lama ada.

Alelopati bukan hanya bacaan reflektif bagi pecinta sastra atau aktivis lingkungan, melainkan ajakan bagi masyarakat luas untuk memahami ulang arti pembangunan.

Bahwa pembangunan bukan sekadar jalan mulus atau gedung tinggi, melainkan juga ruang hidup yang adil bagi semua—manusia maupun lingkungan. Dengan Alelopati, Stebby menegaskan bahwa sastra, esai, dan ekologi bisa bertemu dalam satu meja perbincangan.

BACA JUGA: Dari Peluncuran Buku Kisah-Kisah Menyentuh Shanghai Cooperation Organization (2): Kembali Ceria karena Mata Terbuka

Ia mengajak kita bertanya: maukah kita membiarkan pembangunan di negeri ini tumbuh seperti hutan yang timpang atau maukah kita belajar dari alam untuk membangun ekosistem sosial yang saling menghidupi? (*)

Kategori :