Cara Menjadi Tiran

Jumat 24-01-2025,18:43 WIB
Reporter : Doan Widhiandono *)
Editor : Doan Widhiandono

ANDA ingin menjadi tiran? Anda ingin sukses sebagai diktator? Well, tonton saja How to Become a Tyrant, miniseri yang tayang di Netflix sejak 2021.

Atau, jika Anda tidak ingin menjadi tiran, setidaknya dengan menonton film tersebut, Anda akan tersadar bahwa ternyata tiran-tiran itu ada di sekitar kita…

Ya, tiran memang tidak hanya tampil sebagai pucuk pimpinan tertinggi sebuah negara. Dalam skala tertentu, tiran juga bisa mewujud sebagai kepala daerah, pimpinan instansi, atau organisasi lain yang lebih kecil. Itu kalau kita menilik tiran atau diktator/kediktatoran sebagai sifat-sifat dalam kepemimpinan.

Nah, film How to Become a Tyrant menawarkan langkah strategis untuk membentuk tirani. Caranya benar-benar dijelaskan secara step-by-step. Kalau Anda ikuti langkah tersebut, niscaya Anda akan ’’sukses’’ sebagai tiran.

Narator pada film itu adalah Peter Dinklage. Anda sudah tahu, Dinklage tampil sebagai aktor watak yang top saat memerankan Tyrion Lannister dalam saga Game of Thrones yang sukses tersebut.

Film How to Become a Tyrant dibagi menjadi enam episode. Masing-masing menceritakan atau merefleksikan kisah ’’sukses’’ para tiran yang pernah memerintah di dunia.

BACA JUGA : Cameron Diaz Comeback dalam Film Back in Action, Tayang di Netflix 17 Januari 2025

Episode pertama bertajuk Seize Power. Episode ini menjelaskan langkah awal seorang diktator. Yakni, merebut kekuasaan. Para diktator memanfaatkan kekacauan, ketidakpuasan rakyat, atau celah politik untuk naik ke tampuk pemerintahan.

Adolf Hitler dijadikan contoh. Mulai propaganda cerdik hingga memanipulasi emosi publik. Intinya, langkah pertama adalah menciptakan citra sebagai penyelamat bangsa. ’’Calon tiran mengungkapkan pikiran rakyat yang selama ini tidak pernah terungkapkan,’’ ucap Dinklage ketika memandu episode tersebut.

Agar tidak terjebak pada pemimpin tiran, tentu yang diperlukan adalah kecerdasan masyarakat. Hal tersebut bisa teramati pada masa kampanye. Sering sekali para calon pemimpin meniupkan angin surga. Mereka menawarkan janji-janji yang too good to be true. Padahal, if it is too good to be true, then it is not true…!

Janji-janji tersebut tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi rakyat. Terutama yang sedang berada di masa sulit. Karena itu, para calon diktator sering kali memanfaatkan situasi sulit di masyarakat. Atau menggambarkan bahwa masyarakat sebenarnya berada di situasi sulit yang hanya bisa diselamatkan oleh kehadiran sang diktator.

Itulah yang kemudian dikomentari oleh Waller Newell, profesor ilmu politik di Carleton University, yang diwawancarai pada serial tersebut. ’’Para calon diktator punya sifat megalomania. Mereka yakin bahwa hanya mereka sendiri yang bisa menyelamatkan dunia,’’ katanya.

Dan masyarakat yang percaya pun akan mengikuti apa pun kata diktator. Paradoksnya, kata Andrew Sullivan, penulis dan komentator politik dari Amerika Serikat, we love being ruled. Masyarakat itu sebenarnya suka dipimpin.

Pada langkah pertama ini, para calon tiran akan memanfaatkan kemarahan publik. ’’Mereka memahami sifat dasar kemarahan. Mereka akan menunjukkan bahwa mereka dan masyarakat punya musuh bersama,’’ tutur Ruth Ben-Ghiat, profesor sejarah dari New York University.

Cara kedua diulas dalam episode berikutnya. Yakni, Crush Your Rival. Setelah berkuasa, seorang tiran harus menyingkirkan pesaing yang berpotensi mengancam.

Kategori :