Komunikasi Politik Gas Melon

Senin 10-02-2025,13:33 WIB
Oleh: Suko Widodo*

Dalam ranah politik, inkonsistensi semacam itu dapat menurunkan legitimasi pengambil kebijakan sekaligus memicu spekulasi tentang adanya konflik kepentingan di belakang layar. 

Tanpa perbaikan koordinasi, bukan mustahil kebijakan lain di masa depan menuai kegaduhan serupa. Bahkan, di salah satu media sosial, mulai naik lagi tagar #PeringatanDarurat, kali ini dengan latar hitam. Berbeda dengan #PeringatanDarurat sebelumnya dengan latar biru.

Episode regulasi LPG 3 kg merupakan cermin nyata bahwa efektivitas kebijakan publik tidak hanya ditentukan oleh desain teknis, tetapi juga oleh kemampuan pemerintah menyusun narasi yang konsisten, transparan, dan berpusat kepada masyarakat. 

Pembelajaran terbesarnya adalah pentingnya merancang komunikasi politik secara inklusif, memastikan bahwa semua pemangku kepentingan memahami alasan di balik suatu kebijakan, serta membentuk arus informasi yang konsisten di antara para pejabat publik. 

Hal itu menjadi kunci untuk menghindari kebingungan, memupuk kepercayaan, dan memelihara legitimasi di mata rakyat. Regulasi, apa pun bentuknya, akan menghadapi tantangan di lapangan. 

Namun, apabila dijelaskan dengan jernih dan didukung koordinasi lintas sektor yang solid, dukungan masyarakat pun lebih mudah diperoleh.

Pada akhirnya, karut-marut kesekian ini menegaskan bahwa janji dan realitas kerap bertemu di ranah komunikasi. 

Apabila retorika tidak diimbangi koordinasi dan kepekaan terhadap kebutuhan nyata masyarakat, sebuah kebijakan –seideal apa pun tujuannya– akan berbalik menjadi sumber kegelisahan. 

Adalah tanggung jawab para pemegang mandat rakyat untuk memastikan bahwa setiap keputusan –termasuk di bidang energi seperti LPG 3 kg– dikemas dalam pesan yang utuh dan dijalankan dengan langkah yang terukur dan berpusat pada rakyat. 

Tujuannya, semangat demokrasi dapat sungguh-sungguh mewujud pada tataran praktis. (*)


*) Suko Widodo adalah founder KolokiumID dan dosen FISIP Unair.

 

Kategori :