HARIAN DISWAY - Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika dan Plh Direktur Penyidikan, Budi Sukmo melakukan Konferensi penahanan tersangka pada perkara perkembangan penyidikan akuisisi yang dilakukan oleh PT ASDP terhadap PT Jembatan Nusantara (PTJN) di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis, 13 Februari 2025.
Sejak 19 Agustus 2024, KPK sudah menetapkan tiga tersangka, dari dewan direksi dan satu lainnya orang swasta dari PTJN berinisial IP, MYH, dan HM.
Pada tahun 2014, pemilik Jembatan Nusantara menawarkan ke PT ASDP untuk melakukan akuisisi perusahaan miliknya. Namun, dewan direksi dan dewan komisaris tidak menyetujui. Budi Sukmo mengatakan bahwa alasan penolakan dari pihak PT ASDP karena kapal-kapal milik PTJN sudah tidak layak lagi.
"Sebagian dewan direksi dan dewan komisaris PT ASDP tahun 2014 tidak menyetujui. Pihak ASDP mengetahui bahwa kapal-kapal milik Jembatan Nusantara sudah tidak layak lagi untuk diakuisisi. Mereka cenderung memprioritaskan pengadaan dan pembangunan kapal baru, paling utama untuk meningkatkan pelayanan dari ASDP," kata Budi Sukmo dalam Konferensi Pers.
BACA JUGA:Hindari Antrean, ASDP Ketapang Imbau Pemudik Beli Tiket Lebih Awal
BACA JUGA:ASDP Tutup Penyeberangan Ketapang Gilimanuk dan Padang Bai-Lembar Saat Nyepi
53 kapal yang dikatakan sudah tidak layak lagi. 11 kapal berumur di bawah 22 tahun, 10 kapal berumur 60 tahun, sisa lainnya berumur sekitar 30 tahun.
Persetujuan terjadi ketika tahun 2017 dimana pergantian Direktur Utama PT ASDP dan para direksi yang cenderung orang-orang baru akhirnya menyetujui proses tesbun dan dilakukan berbagai pertemuan secara informal.
Saat itu, belum ada aturan akuisisi sehingga dibuat suatu konsep berupa kerjasama usaha. Dalam proses kerjasama usaha terdapaty window dressing terhadap kinerja dari PTJN seolah-olah PTJN mendapatkan income yang positif dalam laporan keuangan.
Budi Sukmo mengungkap bahwa surat persetujuan yang diajukan kepada komisaris utama dan menteri BUMN berbeda.
"kepada komisaris utama PT ASDP memohon persetujuan secara tertulis. Dalam surat tersebut hanya disampaikan kerjasama usaha. Namun, berbeda dengan surat yang dikirimkan kepada menteri BUMN untuk meminta persetujuan akuisisi PTJN," ujarnya.
BACA JUGA:Kejagung Jelaskan Dugaan Kasus Korupsi di Ditjen Migas ESDM: Hindari Aturan Demi Impor
BACA JUGA:Tuntaskan Kasus Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Saksi Baru
Budi Sukmo juga mengatakan bahwa dalam proses akuisisi sebelum izin diajukan kepada menteri, persetujuan seharusnya melewati komisaris dari PT ASDP.
"Sepengetahuan komuisaris saat itu adalah kerjasama akuisisi namun ternyata berbeda yang dikirim ke kementerian adalah permintaan persetujuan untuk akuisisi," imbunya.