Perjalanan dinamika diplomasi Indonesia hingga kini patut dibanggakan. Hingga saat ini Indonesia telah menjadi anggota kelompok internasional yang strategis dan memiliki peran penting.
Tahun 2021 saja, Indonesia tercatat telah menjadi anggota lebih dari 200 organisasi internasional antarpemerintah yang diampu 49 kementerian/lembaga selaku instansi penjuru.
Keputusan yang patut dibanggakan dengan gagahnya Presiden Prabowo Subianto beserta para jajaran terkait hingga awal 2025 ini telah melakukan kunjungan luar negerinya mulai awal November 2024.
BACA JUGA:Makna Dibalik ‘Diplomasi Phinisi’ Rancangan Jokowi
BACA JUGA:Merajut Kembali Jalur Keilmuan dengan Mesir dan Diplomasi Antiradikalisme
Yakni, ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk menemui Presiden Xi Jinping, Washington DC untuk memenuhi undangan presiden Amerika Serikat, Peru untuk menghadiri KTT APEC, Brasil untuk menghadiri KTT G-20, Abu Dhabi untuk bertemu presiden Uni Emirat Arab, Inggris untuk menemui Raja Charles III dan perdana menteri, serta terakhir melakukan kunjungan ke Mesir untuk KTT D-8.
Lawatan Prabowo itu tidak hanya menjadi agenda rutin kenegaraan, tapi juga menjadi bukti konkret peran Indonesia di dunia internasional.
Terlebih, kunjungan ke dua negara adidaya makin memperlihatkan bahwa Indonesia kian diperhitungkan dalam percaturan internasional, sesuai dengan apa yang Prabowo cita-citakan dalam bukunya, Membangun Kembali Indonesia Raya: Strategi Besar Transformasi Bangsa.
Langkah itu tak hanya memperkokoh posisi Indonesia di kancah internasional, tapi juga membawa dampak jangka panjang bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, kunjungan Prabowo ke luar negeri itu membawa dampak positif bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia.
Melalui penguatan hubungan diplomatik, peningkatan investasi, dan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, lawatan itu menunjukkan upaya Indonesia untuk menjadi negara yang lebih utuh dan berdaya saing tinggi di kancah internasional.
Prabowo tidak hanya memperjuangkan kepentingan ekonomi nasional, tetapi juga menunjukkan peran Indonesia sebagai pemimpin regional yang berkomitmen terhadap kolaborasi global.
Pada awal pemerintahannya, Prabowo selalu menggunakan peci hitam. Bahkan, dalam pertemuan informal seperti obrolan santai dengan sejumlah pemimpin negara, Prabowo tetap mengenakan peci hitam.
Begitu pun dengan jajaran delegasi Indonesia lainnya, mereka memakai peci hitam sebagai identitas nasional. Identitas tersebut tentu telah lama menjadi produk budaya yang melekat pada bangsa Melayu, termasuk Indonesia.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa songkok sebagai topi tradisional jamak dipakai di wilayah dengan diaspora suku Melayu. Tidak hanya memiliki sejarah panjang yang melekat, dengan menggunakan peci hitam tersebut, Prabowo menekankan kesetaraan dan kemandirian bangsa Indonesia.
Kesetaraan tersebut telah melekat pada para tokoh pejuang seperti Soekarno, Hatta, Agus Salim, Tjipto Mangunkusumo, Hamka, Natsir, dan lainnya. Songkok hitam mulai jamak digunakan sebagai simbol perlawanan tidak hanya bagi bangsa Indonesia yang beragama Islam.