Kondisi tertentu seperti sakit tidak akan membatalkan puasa jika tidak sengaja muntah. -Freepik-Pinterest
Dalam beberapa kondisi, seseorang bisa mengalami muntah karena alasan kesehatan.
Jika muntah terjadi akibat penyakit atau reaksi terhadap obat yang dikonsumsi sebelum waktu sahur, maka puasanya tetap dianggap sah.
Namun, jika muntah yang berulang kali menyebabkan kelemahan fisik hingga seseorang tidak mampu melanjutkan puasanya, maka Islam memberikan keringanan. Orang tersebut diperbolehkan untuk berbuka dan menggantinya di hari lain.
Allah memberikan kemudahan bagi mereka yang sakit. Agar tidak memberatkan diri dalam beribadah. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an:
BACA JUGA:Hati-Hati! 9 Aktivitas Ini Berisiko Membatalkan Puasa, Salah Satunya Kumur-Kumur
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 185)
Dari ayat itu, dapat dipahami bahwa Islam memberikan keringanan bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam berpuasa.
Jika muntah yang dialami seseorang merupakan tanda dari kondisi kesehatan yang memburuk, maka sebaiknya ia berbuka dan menggantinya di hari lain. Tepatnya ketika sudah sehat kembali.
Jika seseorang merasa bahwa muntah yang dialami adalah gejala dari penyakit serius, maka dianjurkan untuk mempertimbangkan istirahat dan mengambil rukhshah (keringanan) yang telah diberikan dalam Islam.
Dari pemahaman itu, dapat disimpulkan bahwa tidak semua muntah membatalkan puasa.
Jika terjadi tanpa disengaja, maka tidak ada konsekuensi apa pun.
Namun, jika seseorang secara sadar berusaha muntah atau menelan kembali muntahan dengan sengaja, maka puasanya batal dan harus diganti di lain waktu.
Dalam menjalankan ibadah puasa, pemahaman yang benar tentang aturan itu dapat membantu seseorang menjalankan puasanya sesuai dengan tuntunan Islam.
Dengan memahami hukum itu, umat Islam dapat lebih berhati-hati dalam menjaga puasanya dan tetap menjalankan ibadah dengan penuh kesadaran serta keikhlasan. (*)