Perkembangan teknologi sebagai akibat dari revolusi industri juga memberikan kontribusi terhadap perilaku korup, melalui gaya hidup yang konsumtif dan suka pamer. Teknologi internet of things (IoT) yang bisa menyebarkan informasi dengan mudah dan cepat ke seluruh dunia menjadi arena untuk menampilkan ke-aku-an (individualisme).
Mereka mengonstruksi diri sebagai orang hebat dengan meniru gaya hidup para selibritas maupun para tokoh. Akibatnya, perilaku konsumtif tidak bisa dihindari.
Perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan moral akan menjadi pendorong perilaku korupsi melalui sikap individualis dan konsumerisme. Saat ini sebagian besar bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, orientasi hidupanya lebih cenderung ke arah individualis, materialis, dan hedonis, yang semua itu menjadi faktor pendorong korupsi.
DILEMA
Pendidikan saat ini sedang menghadapi suatu dilema karena korupsi sudah menjadi (setidaknya dianggap) budaya. Tujuan pendidikan yang sangat mulia sebagaimana yang tertuang dalam Sisdiknas Tahun 2003 menghadapi tantangan kuat dari budaya korupsi.
Budaya sebagai struktur telah menginternalisasikan sikap hidup yang materialis dan konsumtif yang menjadi benih korupsi kepada setiap individu.
Meski pendidikan moral dan karakter terus dilakukan, masyarakat akan berhadapan dengan budaya korupsi, yang berlawanan dengan tujuan pendidikan. Di satu sisi pendidikan moral dan karakter membutuhkan keteladanan dan pembiasaan sebagai metodenya, sementara para elite justru memberikan teladan yang melanggar moral.
Pemerintah saat ini juga sedang menghadapi dilema antara penegakan hukum dan stabilitas politik. Ibarat pepatah buah simalakama: dimakan bapak mati, tetapi jika tidak dimakan ibu mati.
Penegakan moral (hukum) untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu yang mungkin akan menyeret para elite politik bisa berdampak kepada ketidakstabilan politik. Atau, membiarkan kasus-kasus korupsi yang melibatkan para elite tidak tersentuh oleh hukum demi menjaga stabilitas politik.
Apa pun hasilnya, pemerintah harus memilih salah satu. Tindakan yang harus dipilih adalah membangun moral melalui penegakan hukum tanpa pandang bulu. Itu tentu membutuhkan keberanian karena memiliki risiko terjadinya ketidakstabilan politik.
Namun, pilihan itu jauh lebih baik untuk masa depan bangsa sebagaimana yang digagas para pendiri negara, bahwa moral dan karakter menjadi modal bagi kemajuan bangsa dan negara.
Selain itu, penegakan hukum terhadap para koruptor bisa menjadi pembelajaran bagi semua, bahwa moralitas harus menjadi landasan hidup, termasuk dalam berbangsa dan bernegara. (*)
*) Warsono adalah ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur periode 2022–2026; guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Unesa; dan mantan rektor Unesa.