Masjid Ikon Surabaya (7): Tetenger Abadi Sunan Ampel

Jumat 07-03-2025,13:00 WIB
Reporter : Ilmi Bening
Editor : Noor Arief Prasetyo

Tentu, saat berbicara tentang ikon masjid di Surabaya, orang tidak akan pernah bisa meninggalkan Masjid Sunan Ampel yang terletak di Jalan Ampel Masjid, Kecamatan Semampir. Masjid yang berdiri pada 1420 itu adalah saksi sejarah. Ia seperti diabadikan oleh waktu dalam perjalanan panjangnya.

 

LELAKI itu tidak menampakkan keistimewaan apa pun. Penampilannya biasa. Seperti lelaki sepuh pada umumnya yang kerap datang ke masjid.

Kausnya berwarna hitam. Bersahaja. Sesederhana celana kain yang membungkus kakinya. Sebentuk kopiah bertengger di atas kepala. Wajahnya penuh kerut, menggambarkan perjalanan panjang usianya yang sudah mencapai 83 tahun.

Tetapi, siapa sangka, Mbah Sajab, lelaki itu, terbilang istimewa. Betapa tidak, seorang takmir Masjid Sunan Ampel menyarankan Harian Disway untuk mewawancarai Mbah Sajab. Sebab, katanya, lelaki sepuh itu menyimpan memori tentang sejarah panjang masjid tersebut.

BACA JUGA:Masjid Ikon Surabaya (6): Ajak Musafir Nyantri hingga Beri Beasiswa Pendidikan

BACA JUGA:Masjid Ikon Surabaya (5): Sukses dengan Model Direksi, Kini Buka Cabang di Dua Kota

Maka, hari itu, Selasa, 4 Maret 2025, jurnalis Harian Disway menghampiri Mbah Sajab yang sedang berada di depan toilet perempuan di kompleks masjid. Toilet itu terletak di dekat areal wudu. Di situlah para peziarah yang baru tiba menyucikan diri sebelum salat di kompleks masjid.

Sembari duduk, Mbah Sajab memulai ceritanya. "Dulu, tempat ini masih berupa tanah kosong, hutan belantara," katanya. Suaranya tegas. Mantap menceritakan alur sejarah masjid tersebut.

"Sunan Ampel datang ke sini tanpa membawa apa-apa, hanya niat menyebarkan Islam," ujar Mbah Sajab.


Suasana tiang tiang Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya yang diisi Alquran, Rabu, 5 Maret 2025.-Moh Sahirol Layeli-

Berdasar catatan sejarah, Masjid Sunan Ampel berdiri sejak abad ke-15. Ia adalah aksi perjalanan dakwah Sunan Ampel di tanah Jawa.

Sunan Ampel alias Raden Rahmat lahir di Champa—sebuah kerajaan di wilayah Vietnam saat ini. Ayahnya, Syekh Ibrahim Samarqondi, berasal dari Samarkand. Sedangkan ibunya, Dewi Candrawulan, berasal dari Champa.

Raden Rahmat juga dikenal dengan nama Sayyid Ali Rahmatullah dan memiliki saudara bernama Sayyid Ali Murtadha atau Raden Santri, yang juga menjadi penyebar Islam di Jawa.

Champa merupakan wilayah dengan pengaruh budaya Tionghoa yang kuat. Raden Rahmat memiliki nama Tionghoa, Bong Swie Hoo. Ayahnya, Syekh Ibrahim, pernah menempuh pendidikan di Uzbekistan. ’’Orang-orang Eropa menyebutnya holy man,’’ kata Mbah Sajab.

Kategori :